Jaksa Sebut Eksepsi Setnov Melawan Norma dan Logika Hukum

Priska Sari Pratiwi | CNN Indonesia
Kamis, 28 Des 2017 11:20 WIB
Jaksa menanggapi nota keberatan (eksepsi) yang diajukan tim kuasa hukum Setya Novanto terkait perbedaan tempat dan waktu terjadinya tindak pidana korupsi e-KTP.
Jaksa menanggapi nota keberatan (eksepsi) yang diajukan tim kuasa hukum Setya Novanto terkait perbedaan tempat dan waktu terjadinya tindak pidana korupsi e-KTP. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Jaksa penuntut umum (JPU) menanggapi nota keberatan atau eksepsi yang diajukan tim kuasa hukum terdakwa korupsi e-KTP Setya Novanto saat persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (28/12). Jaksa menilai eksepsi Setnov bertentangan dengan norma dan logika hukum.

Salah satu poin keberatan yang ditanggapi JPU adalah pemisahan berkas perkara atau splitsing antara Setnov dengan terdakwa e-KTP lainnya yakni Irman dan Sugiharto serta Andi Agustinus alias Andi Narogong.

Dalam eksepsinya, tim kuasa hukum keberatan dengan perbedaan locus dan tempus delicti (tempat dan waktu terjadinya tindak pidana) yang didakwakan pada Setnov dengan terdakwa e-KTP lainnya. Padahal jaksa mendakwa Setnov melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama yang mestinya memiliki kesamaan locus dan tempus delicti.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Jaksa Wawan Yunarwanto menilai poin eksepsi tersebut sangat bertentangan dengan norma dan logika hukum yang sehat. Menurut jaksa, splitsing dapat terjadi ketika JPU menerima satu berkas perkara yang memuat beberapa tindak pidana dan beberapa tersangka.

Sementara dalam perkara korupsi e-KTP, JPU selalu menerima satu berkas perkara dengan satu tindak pidana dan satu tersangka.

“Proses pemisahan surat dakwaan berbasis pada berkas perkara, sehingga dapat disimpulkan dalam surat dakwaan sangat dipengaruhi fakta-fakta penyidikan,” ujar jaksa Wawan saat membacakan tanggapan eksepsi.


Jaksa lantas mengilustrasikan dakwaan Setnov dengan dua orang yang mencuri di rumah kosong. Pada kasus pencurian tersebut, pelaku pertama mengambil uang sebesar Rp1 juta di kamar. Sementara pelaku kedua mencuri di kamar pembantu.

Pelaku pertama telah tertangkap dan disidik oleh JPU, sedangkan pelaku kedua belum tertangkap.

Jaksa Sebut Eksepsi Setnov Melawan Norma dan Logika HukumSetya Novanto seusai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK. (ANTARA FOTO/Wahyu Putro A)
Dalam dakwaan, JPU tetap akan mendakwa pelaku pertama melakukan pencurian bersama-sama tanpa menjelaskan detail tentang tindak pidana yang dilakukan pelaku kedua. Setahun kemudian pelaku kedua baru tertangkap dan diketahui mencuri 10 gram perhiasan. Mereka pun disidangkan secara terpisah.

Oleh karena itu, menurut jaksa, segala argumentasi tim kuasa hukum mengenai perbedaan sejumlah fakta dalam dakwaan Setnov dengan terdakwa e-KTP lainnya merupakan dasar hukum yang keliru dan tidak tepat.

Adapun pencantuman sejumlah nama yang muncul maupun hilang dalam dakwaan, lanjut jaksa, tak lantas menghilangkan unsur penyertaannya.

“Pencantuman nama dalam berkas perkara masing-masing tersangka memuat perbuatan orang lain, namun belum tentu tersangka,” katanya.


Sementara jaksa enggan menanggapi poin keberatan tim kuasa hukum yang membantah penerimaan uang US$7,3 juta dan satu buah jam tangan Richard Mille kepada Setnov. Menurut jaksa poin keberatan itu telah memasuki materi pokok perkara.

“Penuntut umum tidak akan menanggapi karena sudah memasuki pokok perkara. Apalagi keberatan itu telah dipertimbangkan dalam putusan Andi Narogong,” ucap jaksa. (pmg/gil)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER