MK Tolak Gugatan PSI soal Wakil Perempuan di Parpol

Priska Sari Pratiwi | CNN Indonesia
Kamis, 11 Jan 2018 19:53 WIB
Dalam gugatannya, PSI ingin keterwakilan perempuan juga diterapkan pada kepengurusan parpol tingkat kabupaten/kota, bukan hanya di tingkat pusat.
Mahkamah Konstitusi menolak gugatan Partai Solidaritas Indonesia soal keterwakilan perempuan pada kepengurusan di partai. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) soal keterwakilan perempuan pada kepengurusan partai politik.

Dalam Pasal 173 ayat (2) UU Pemilu mengatur kuota 30 persen bagi perempuan pada kepengurusan parpol tingkat pusat. Sementara PSI ingin keterwakilan perempuan juga diterapkan pada kepengurusan parpol tingkat kabupaten/kota.

“Mengadili, menolak permohonan pemohon,” ujar Ketua Majelis Hakim Konstitusi Arief Hidayat saat membacakan amar putusan di ruang sidang MK, Jakarta, Kamis (11/1).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam pertimbangannya, hakim menyatakan, penentuan kuota 30 persen di tingkat pusat itu telah sesuai dengan ketentuan UUD 1945. Bahkan aturan tersebut tak hanya diatur dalam UU Pemilu namun juga UU Parpol.

Adapun, kata hakim, syarat keterwakilan perempuan dalam kepengurusan parpol bukan hanya bagian menjadi peserta pemilu, melainkan juga syarat bagi kepengurusan parpol itu sendiri.

“Sehingga apabila ketentuan itu diubah akan terjadi ketidaksesuaian antara UU Pemilu dan UU Parpol terkait syarat keterwakilan perempuan dalam kepengurusan parpol,” kata hakim anggota Saldi Isra.

Dari sejumlah pengalaman empiris, lanjut Saldi, parpol justru kesulitan mencari dan memenuhi batas minimal 30 persen keterwakilan perempuan dalam parpol maupun pencalonan anggota legislatif.

“Dengan demikian masalah tersebut bukan semata-mata persoalan kebijakan afirmasi, melainkan juga terdapat persoalan lain yakni pendidikan politik perempuan,” tuturnya.

Menurut hakim, jika kebijakan kuota 30 persen itu diterapkan untuk semua tingkat kepengurusan parpol justru berdampak buruk bagi kualitas demokrasi di Indonesia. Sebab, hal itu dapat berpotensi mengurangi kesempatan warga negara untuk membentuk parpol.

Kendati demikian, hakim menyatakan, MK bukan tak setuju kebijakan itu dapat diterapkan di seluruh tingkat kepengurusan parpol. Namun, perlu ada penyesuaian dengan perkembangan parpol di Indonesia.

“Kebijakan tersebut harus diterapkan sesuai kondisi dan perkembangan parpol dan pemilu Indonesia,” ucapnya.

Ketentuan soal keterwakilan perempuan dalam UU Pemilu sebelumnya digugat PSI ke MK. Ketua Umum PSI Grace Natalie menilai, ketentuan itu diskriminatif dan merupakan bentuk kemunduran proses demokrasi.


Grace mengatakan, keterlibatan perempuan dalam parpol dinilai penting sebagai bentuk partisipasi pembangunan agar lebih baik. Apalagi sejak awal partai yang dipimpinnya itu memang ingin mengadvokasi politik dan perempuan. (pmg/djm)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER