Polemik HGB Pulau Reklamasi Berakar dari Janji Kampanye Anies

Galih Gumelar | CNN Indonesia
Minggu, 14 Jan 2018 05:04 WIB
Yusril Ihza Mahendra mengatakan, Anies-Sandi seharusnya mempelajari persoalan reklamasi dari aspek hukum terlebih dulu sebelum mengumbar janji kampanye.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan (tengah) mengumbar janji menolak reklamasi saat kampanye di kampung nelayan, Jakarta Utara. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Keinginan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta membatalkan penerbitan Hak Guna Bangunan (HGB) pulau reklamasi bukan hanya persoalan hukum semata. Polemik ini dinilai berakar dari janji kampanye selama pilkada tahun lalu.

Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra mengatakan, pembatalan penerbitan HGB ini juga diwarnai unsur politis. Menurutnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sudah terikat janji untuk menghentikan reklamasi. Mau tak mau ia harus memenuhi janji tersebut.

“Tentu saja permasalahan ini harus dikembalikan ke ranah hukum, tapi juga harus dilihat dari persoalan politik. Gubernur dan Wakil Gubernur sudah terbentur janji kampanye yang tidak bisa dibatalkan,” kata Yusril, Sabtu (13/1).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia melanjutkan, Anies dan wakilnya Sandiaga Uno seharusnya mengetahui persoalan reklamasi dari aspek hukum terlebih dulu sebelum berani mengumbar janji. Yusril mengatakan, reklamasi merupakan ide pemerintah pusat yang ditugaskan kepada Pemprov DKI Jakarta sejak 20 tahun yang lalu.

Payung hukum mengenai reklamasi pantai utara Jakarta sebenarnya dituangkan dalam Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995 dan ditindaklanjuti melalui Peraturan Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 8 Tahun 1995.

Alih-alih memperkarakan HGB reklamasi, Pemprov DKI Jakarta seharusnya berani memberi penjelasan ke publik bahwa reklamasi tersebut memang murni ide pemerintah.

“Selama ini kan terpapar ke publik bahwa ini (reklamasi) maunya swasta, padahal seharusnya disampaikan saja bahwa reklamasi ini idenya pemerintah pusat,” ujarnya.

Pakar Hukum Agraria Universitas Gadjah Mada Nur Hasan mengatakan, Pemprov DKI Jakarta lebih baik mengakhiri debat hukum ihwal sah atau tidaknya HGB pulau reklamasi. Sesuai hukum, HGB tentu tidak bisa diberikan tanpa ada persetujuan pemegang Hak Pengelolaan (HPL), yakni Pemprov DKI Jakarta.

Menurutnya, cukup aneh jika Pemprov menarik kembali persetujuan yang sebelumnya telah diterbitkan. Dia berpendapat, lebih baik Pemprov mengawasi pembangunan pulau reklamasi agar tidak melenceng dari tujuan semula.

“Pemerintah daerah seharusnya bisa berpikir produktif dan positif, tinggalkan perdebatan pembatalan ini. Lebih baik fokus bagaimana mengelola pulau ini agar bisa bermanfaat. Lebih baik awasi saja pelaksanaannya, apalagi kan ada porsi fasilitas umum dan fasilitas sosial di atasnya,” ujarnya.

Sebelummya, Kementerian Agraria dan Tata Ruang menolak permohonan Anies untuk membatalkan penerbitan dan menunda HGB tiga pulau hasil reklamasi, yakni Pulau C, Pulau D, dan Pulau G.

Jika tidak sepakat dengan keputusan Kementerian Agraria, maka Pemprov DKI Jakarta bisa membawa persoalan ini ke PTUN dan/atau Perdata.

Namun, Anies tidak menyebut secara gamblang apakah akan menempuh jalur PTUN atau tidak untuk mencabut HGB tersebut. Ia malah mengatakan ada peraturan yang bisa dipakai untuk mencabutnya sehingga tak perlu lewat jalur pengadilan.

"Sebenarnya ada Peraturan Menteri yang membolehkan. Jadi itu bisa dipakai. Kalau itu bisa dipakai, kenapa lewat PTUN?" kata Anies, Jumat (12/1). (pmg)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER