Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Partai Hanura kubu Marsekal Madya (Purn) Daryatmo, Dadang Rusdiana meminta, pimpinan DPR tidak menggubris manuver politik yang dilakukan Oesman Sapta Odang alias OSO.
Hal itu dikatakan Dadang usai menemui Ketua DPR Bambang Soesatyo di Gedung DPR, Jakarta, Senin (22/1).
"Kita meminta kepada pimpinan DPR untuk tidak menanggapi apapun yang disampaikan oleh kubu OSO," ujar Dadang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dadang menjelaskan, permintaan itu dilakukan karena kepengurusan Hanura di bawah kepemimpinan OSO tidak resmi. Kepengurusan itu diklaim sudah diganti usai munaslub Hanura di Bambu Apus yang menetapkan Daryatmo sebagai ketum.
Selain meminta tidak menggubris OSO, Dadang juga telah menyampaikan kepada Bambang bahwa kepengurusan Hanura di Fraksi tidak berubah.
Ia berkata, perubahan hanya terjadi di tingkat kepengurusan di DPP hasil munaslub Bambu Apus.
"Secara psikologis tidak ada kendala komunikasi politik dan tentu pimpinan DPR mengapresiasi apa yang kami lakukan melalui komunikasi seperti ini," ujarnya.
Lebih lanjut, Dadang kembali membeberkan, polemik di Hanura terjadi karena tindakan otoriter OSO.
Ia berkata, OSO selalu mengabaikan proses musyawarah dalam mengambil keputusan partai.
Tak hanya itu, Dadang berkata, tindakan OSO meminta mahar kepada seluruh bakal calon kepala daerah yang diusung maupun didukung Hanura juga menjadi faktor serius di balik polemik tersebut.
Mahar yang diperkirakan mencapai Rp200 miliar itu, kata dia, bahkan sengaja dialirkan ke perusahaan keuangan milik OSO, yakni PT OSO Sekuritas. Tindakan itu dianggap Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) sehingga OSO dilaporkan ke Bareskrim Polri.
"Kami serius ingin bersihkan partai dari praktik culas seperti itu. Jadi hari ini kami melaporkan Pak OSO atas dugaan penggelapan uang partai sebesar Rp200 miliar lebih," ujar Dadang.
Di sisi lain, ia juga menegaskan, SK Menkumham yang menetapkan OSO sebagai ketua umum tidak sah karena memiliki banyak kejanggalan.
Salah satu kejanggalan terlihat dari tanda tangan dalam SK tersebut. Sebab, SK yang resmi ditandatangai ketum dan sekjen, bukan ketum dan wakil ketua.
Lebih dari itu, SK tersebut juga tidak menyebut adanya konflik. Padahal, saat ini Hanura memiliki dualisme kepengurusan.
"Kita punya keyakinan besar 1000 persen apa yang disahkan Menkumham didasarkan informasi yang mereka (kubu OSO) pelintir," ujarnya.
Sementara, Oesman Sapta Odang membantah semua tuduhan kubu Daryatmo yang ditujukan kepadanya, termasuk soal dugaan penggelapan dana partai senilai Rp200 Miliar.
Menurut OSO, tuduhan tersebut merupakan fitnah karena tidak disertai dengan bukti.
"Mereka tidak punya bukti, justru saya punya bukti bahwa mereka punya uang dari peserta kok," kata OSO.
(ugo/djm)