RS Siti Khodijah Bantah Tolak BPJS Pasien Meninggal

CNN Indonesia | CNN Indonesia
Rabu, 31 Jan 2018 07:55 WIB
Kuasa hukum Rumah Sakit Siti Khodijah Sidoarjo, Masbukhin membantah pihak rumah sakit menolak BPJS pasien yang meninggal dunia, akibat dugaan ditelantarkan.
Kuasa hukum Rumah Sakit Siti Khodijah Sidoarjo, Masbukhin membantah pihak rumah sakit menolak BPJS pasien yang meninggal dunia, akibat dugaan ditelantarkan. (Detikcom/Deny Prastyo Utomo)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kuasa hukum Rumah Sakit (RS) Siti Khodijah Sidoarjo, Masbukhin membantah pihak rumah sakit menolak BPJS pasien yang meninggal dunia, akibat dugaan ditelantarkan.

Menurutnya, manejemen rumah sakit tidak pernah melakukan penolakan terhadap pasien Supariyah. "Apa yang disampaikan keluarga korban itu tidak benar. Sejak awal mereka ingin diatasi atau dirawat menggunakan pasien umum. Tidak ada nolak pasien," tuturnya, Selasa (30/1).

Dia juga mengatakan, terkait beredarnya video berdurasi tiga menit tersebut membuat sejumlah pihak rumah sakit geram. Terlebih, isu yang mencatut nama dokter atau perawat yang melakukan penyuntikan pasien (meninggal).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kami tidak segan-segan melaporkan pencemaran nama baik ini dengan UU ITE. Fitnah ini begitu keji. Logikanya, masa ada tenaga medis, perawat maupun dokter tidak bisa membedakan mana orang yang masih hidup atau sudah meninggal, tapi tetap saja diinjeksi," katanya.

Pihaknya sudah menemukan bukti-bukti yang mengarah pada pelanggaran UU ITE. Meski begitu, pihak rumah sakit akan memberikan toleransi hingga 14 hari ke depan jika DH (41) yang diduga menyebarkan video tersebut mengklarifikasi dan meminta maaf kepada pihak rumah sakit.

"Kami anggap selesai, jika yang bersangkutan bersedia mengklarifikasi atas berita bohongnya dan meminta maaf kepada pihak rumah sakit. Tapi kalau masih bertahan dengan berita bohongnya, maka kami akan tempuh jalur hukum," ucapnya.

Abu Daud Hamzah (salah satu anak korban) menceritakan sebelumnya, pihak keluarga korban yang memiliki kartu BPJS terpaksa menggunakan fasilitas umum. Alasannya, pihak rumah sakit sempat menyatakan jika kamar sudah penuh.

Kemudian kakak dari Abu Daud Hamzah yakni Faisal sempat menanyakan kepada perangkat desa terkait penggunaan BPJS tersebut. Namun, perangkat desa meminta agar pasien dirujuk dengan menggunakan pasien umum.

"Setelah kami konsultasi dengan perangkat, mending pakai umum saja biar cepat terlayani. Akhirnya saya kembali menelpon rumah sakit untuk tanya kamar dengan catatan memakai fasilitas umum (bukan BPJS). Ternyata masih ada yang kosong satu kamar katanya," kata Abu Daud Hamzah dan Faisal, Senin 29 Januari 2018 kemarin.

Tak sampai di situ, sesampainya di rumah sakit, keluarga sempat tak diberikan masuk, namun keluarga tiba-tiba mengatakan bahwa dirinya merupakan pasien umum dan sudah membooking kamar. Spontan petugas langsung menerima pasien. Pasien masuk ke ruangan paviliun Multazam 08 sekitar pukul 11.30 WIB.

"Setelah masuk, baru diinformasikan dari rumah sakit bahwa yang akan menangani pasien adalah dokter Zakaria (spesialis penyakit dalam) dan Dokter Hamdan (penyakit Syaraf)," ucapnya.

Untuk menggunakan fasilitas umum, pasien dikenakan biaya kamar sebesar Rp450 ribu perhari, dan biaya dokter sebesar Rp225 ribu. Namun, menurut keterangan keluarga korban, pasien baru ditangani esok harinya sekitar pukul 14.30 WIB oleh dokter Zakariya. Dalam pemeriksaannya, dokter menyatakan bahwa pasien terganggu pada syaraf tenggorokan. Sehingga tidak bisa menerima makanan.

"Bukan kapasitasnya untuk melakukan pemeriksaan. Karena yang berhak memeriksa adalah dokter Hamdan spesialais syaraf," ujarnya menirukan perkataan dokter Zakaria. (dik/djm)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER