Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Umum Pimpinan Pusat/Lajnah Tanfidziyah Syarikat Islam, Hamdan Zoelva akan menemui Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Tito Karnavian untuk meminta klarifikasi pidato Tito yang menyebut hanya dua ormas Islam yakni Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah yang berperan dalam berdirinya negara Indonesia.
"Iya benar (ke rumah Kapolri). Itu masalah video yang viral itu," kata Hamdan saat dikonfirmasi, Rabu (31/1).
Dia menerangkan, sekitar delapan orang perwakilan dari Syarikat Islam akan ikut dalam pertemuan dirinya dengan Tito.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pertemuan akan berlangsung di rumah dinas Tito, Jalan Pattimura Nomor 37, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan sekitar pukul 12.00 WIB.
"Iya ingin mengklarifikasi, sudah janjian," katanya.
Pidato Tito yang terekam video dan menjadi viral, mendapat protes dari sejumlah pihak karena menyebut hanya dua ormas Islam yakni NU dan Muhammadiyah yang punya andil dalam mendirikan negara Indonesia.
Pernyataan itu diprotes oleh Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Tengku Zulkarnain dalam akun facebooknya.
"Sikap dan pengetahuan Anda (Tito) tentang hal Ini sangat mengecewakan. Ada banyak Ormas Islam di luar NU dan Muhammadiyah yang ikut berjuang mati-matian melawan penjajah di seluruh wilayah Indonesia dari Aceh sampai Halmahera," kata Tengku.
Belakangan, pihak MUI menyebut protes Tengku Zulkarnain tidak mewakili MUI sebagai lembaga, namun protes tetap mengalir dari ormas Islam lain. Salah satunya adalah ormas Mathla’ul melalui ketuanya Anwar Ahmad Sadeli Karim.
Kepada
CNNIndonesia.com, Ahmad Sadeli mengaku khawatir pidato Tito itu melahirkan tindak diskriminasi dari aparat kepolisian.
“Meminta klarifikasi dan maaf. Kapolri harus melindungi bangsa sebagai representasi pemerintah untuk lindungi bangsa, itu ada dalam UUD 1945, preambulenya. Harus seluruh bangsa ini dilindungi dan diperhatikan sehingga tidak diskriminasi,” kata Ahmad Sadeli.
Sementara itu Mabes Polri menyatakan video di media sosial yang menampilkan pidato Kapolri telah dipotong atau tidak utuh sehingga memunculkan berbagai kesan di masyarakat, salah satunya menyalahkan Tito.
"Itu sudah dipotong-potong, jadi kalimat tidak utuh. Bagaimana kalimat tidak utuh berarti pesan tidak utuh juga," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Mohammad Iqbal.
(wis/gil)