Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) meminta Dewan Perwakilan Rakyat menunda pengesahan Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang rencananya bakal disahkan dalam sidang paripurna 14 Februari mendatang.
"Komnas HAM merasa jalan terbaik menunda pengesahan," kata Komisioner Komnas HAM bidang Pengkajian dan Penelitian, Mochamad Choirul Anam di Kantor Komnas HAM, Jumat (2/2).
Permintaan penundaan tersebut berdasarkan hasil kajian Komnas HAM sejak revisi KUHP dimulai.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Komnas HAM, dari hasil kajian itu, mengidentifikasi sejumlah persoalan. Misalnya, kebutuhan untuk memastikan konsistensi pasal-pasal dalam RKUHP dengan pasal-pasal yang telah diputus oleh Mahkamah Konstitusi sehingga tidak saling bertabrakan,.
Konsistensi pasal-pasal yang dimaksud, merujuk pada pasal penghinaan presiden yang dihidupkan kembali dalam RKUHP setelah pada 2006 dihapus oleh Mahkamah Konstitusi.
Hal lain adalah pendalaman dan uji dampak terhadap pemidanaan. Komnas HAM berpendapat salah satu yang mendasar dalam penyusunan RKUHP ini adalah pada aspek pemidanaan.
Komnas HAM mengaitkan aspek pemidanaan ini dengan fakta kelebihan kapasitas di sejumlah lembaga pemasyarakatan di Indonesia.
RUKHP, dinilai Komnas HAM, memperluas aspek pemidanaan sehingga berpotensi memicu penghukuman dalam skala besar.
"Kondisi ini berpotensi menambah persoalan
over kapasitas itu," tutur Anam.
Persoalan lain, Komnas HAM menilai perlu ada pengaturan untuk tindak pidana khusus, terutama terkait kejahatan HAM.
Anam mengatakan, aturan tentang kejahatan HAM sebaiknya dimasukkan dalam undang-undang khusus, bukan KUHP.
"Revisi Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 jauh lebih baik, strategis, daripada memasukkannya dalam RKUHP," ujar Anam.
Terlepas dari persoalan-persoalan itu, Komnas HAM mengapresiasi langkah DPR dan pemerintah yang telah bekerja untuk menyelesaikan RKUHP.
"Jauh lebih diapresiasi kalau (RKUHP) saat ini ditunda untuk diperdalam dan diperbanyak,. Ajak juga masyarakat untuk ikut terlibat," kata Anam.
(wis/sur)