Jakarta, CNN Indonesia -- Wajah kesehatan Indonesia kembali tercoreng akibat kasus suap kepada Bupati Jombang Nyono Suharli yang memanfaatkan dana perizinan dan jasa pelayanan kesehatan atau dana kapitasi pusat kesehatan masyarakat (puskesmas).
Koordinator Indonesia Corruption Watch Divisi Monitoring Pelayanan Publik, Febri Hendri mengaku tidak terkejut dengan kasus tersebut. Dia mengatakan, transparansi dana operasional kesehatan di daerah memang telah sejak lama menjadi persoalan.
Publik selama ini tidak mengetahui bagaimana dana itu dikelola dan pemerintah daerah karena tidak melibatkan masyarakat dalam pengelolaan anggaran.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi, memang rawan dikorupsi," kata Febri saat dihubungi
CNNIndonesia.com, Senin (5/2).
Pemerintah pusat maupun daerah, lanjut Febri, harus bisa menutupi celah kerawanan korupsi dana operasional kesehatan tersebut. Sebab, praktik korupsi dana kesehatan akan berimbas langsung pada para pasien fasilitas kesehatan di daerah.
Dalam kasus suap Bupati Jombang Nyono Suharli Wihandoko yang memanfaatkan dana kapitasi puskemas, Febri mengatakan hal itu akan berdampak pada pelayanan kepada pasien puskesmas di Jombang. Terutama di puskesmas-puskemas yang dananya dicatut.
"Misalnya, pasien mendapatkan obat yang tidak semestinya. Yang seharusnya berkualitas bagus, jadi jelek," ujar Febri.
"Atau puskemas semakin mudah merujuk pasien ke rumah sakit karena semakin sedikit mendapat pasien, puskemas semakin diuntungkan," lanjutnya.
Bupati Jombang Nyono Suharli sudah ditetapkan sebagai tersangka pada Minggu (4/2) setelah sehari sebelumnya terjaring operasi tangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Nyono ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK lanyaran diduga menerima sejumlah uang suap terkait perizinan penempatan jabatan di Pemkab Jombang.
Ia menerima suap dari dari pelaksana tugas Kepala Dinas Kesehatan Pemkab Jombang, Inna Silestyanti, agar Inna bisa diangkat menjadi kepala dinas kesehatan definitif.
"Diduga pemberian uang dari IS kepada NSW agar ditetapkan sebagai kadis definitif, sekarang dia masih plt," ujar Wakil Ketua KPK Laode Syarif dalam keterangan pers di Gedung KPK, Minggu (4/2).
Hasil penelusuran KPK, sumber suap diduga berasal dari hasil pungutan liar (pungli) terhadap dana kapitasi di 34 puskesmas. Hasil pengumpulan sejak Juni tahun kemarin mencapai Rp434 juta.
Setiap puskesmas dikutip tujuh persen dengan pembangian satu persen untuk kepala dinas, satu persen untuk kepala paguyuban puskesmas dan lima persen untuk bupati.
Inna diduga menyerahkan dana yang terkumpul itu kepada Nyono secara bertahap.
Atas perbuatannya, Inna sebagai penyuap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sedangkan Nyono sebagai pihak yang menerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
(wis/sur)