Tjahjo Batalkan Permendagri 'Kontrol' Izin Penelitian

Bimo Wiwoho | CNN Indonesia
Rabu, 07 Feb 2018 08:05 WIB
Mendagri Tjahjo akan menggelar FGD pada 8 Februari nanti dengan mengundang berbagai pihak termasuk akademisi untuk mengkaji ulang Permendagri izin penelitian.
Mendagri Tjahjo akan menggelar FGD pada 8 Februari nanti dengan mengundang berbagai pihak termasuk akademisi untuk mengkaji ulang Permendagri izin penelitian. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Akibat menuai banyak kritik, terutama dari kalangan akademisi, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo memilih membatalkan peraturan menteri yang mengontrol soal izin penelitian.

Sebelumnya, telah terbit pada 11 Januari lalu Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 3 Tahun 2018 Tentang Penerbitan Surat Keterangan Penelitian (SKP).

Dalam Permendagri itu disebutkan bahwa Kemendagri berwenang menolak menerbitkan izin apabila tema yang akan diteliti berpotensi menimbulkan 'dampak negatif'. Namun, tidak ada penjelasan mengenai frasa 'dampak negatif' yang dimaksud. Sejumlah kalangan peneliti lantas melontarkan kritik.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kembali dulu ke aturan lama," ujar Tjahjo melalui pesan singkat kepada wartawan, Selasa (6/2) malam.


Tjahjo mengatakan pihaknya bakal mengkaji ulang Permendagri yang tuai polemik tersebut. Ke depan, Tjahjo mengatakan pihaknya juga bakal menerima masukan dari berbagai pihak demi kesempurnaan permendagri tersebut.

"Dengan berbagai pertimbangan, saya sebagai Mendagri membatalkan dulu permendagri tersebut yang memang belum diedarkan dengan pertimbangan akan menyerap aspirasi berbagai kalangan khususnya akademisi- lembaga penelitian dan DPR secara mendalam," kata Tjahjo.

Salah satunya, ujar Tjahjo, pihaknya pun akan menggelar diskusi kelompok terarah (FGD) dengan mengundang akademisi dan peneliti dengan latar belakang pendidikan yang beragam.

FGD itu akan dilaksanakan untuk menampung aspirasi serta masukan agar regulasi yang baru mengenai izin penelitian tidak mempersulit para peneliti.

"Untuk FGD akan dilaksanakan pada hari Kamis, 8 Februari 2018," ucapnya.

Permendagri Nomor 3 tahun 2018 ini merupakan pengganti dari Permendagri Nomor 64 tahun 2011 dan Permendagri Nomor 7 tahun 2014. Perbedaan Permendagri Nomor 3 tahun 2018 dengan permendagri sebelumnya adalah penggunaan kata 'dampak negatif' untuk menolak menerbitkan SKP.

Di Permendagri Nomor 64 Tahun 2011, Kemendagri hanya akan menolak menerbitkan SKP jika peneliti tidak mendapat tanda tangan dari pimpinan yang bersangkutan.

Tjahjo Pilih Batalkan Permendagri 'Kontrol' Izin PenelitianProses penelitian menjadi polemik yang mencuat setelah terbitnya Permendagri Nomor 3 Tahun 2018 yang telah dibatalkan Mendagri Tjahko Kumolo untuk dikaji ulang. (Ilustrasi peneliti/UGC CNN Student/Hari Suroto)

Menanggapi sempat diterbitkannya permendagri itu, meski kemudian dibatalkan Tjahjo, penelti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Asvi Marwan Adam menyayangkan Kemendagri tak melibatkan para akademisi dan peneliti di luar pemerintahan sebelum merancangnya terlebih dulu.

"Ya tentunya semua rancangan undang undang mau pun itu harus ada kajian akademisnya. Harus dimulai dengan itu," kata Asvi kepada CNNIndonesia.com, Selasa (6/2) malam.

Atas dasar itu, Asvi menilai wajar kemudian ada kekurangan yang lalu jadi plemik dari sebuah peraturan yang telah dibuat.

"Kalau ada kajian akademisnya kan pasti dicantumkan dampak negatifnya," kata pakar sejarah itu.

Apapun itu, kini dengan rencana Mendagri menggelar FGD guna mengkaji ulang permendagri, Asvi mengapresiasinya. Ia mengaku siap jika diminta turut mengkaji.

"Ini kan tahap pertama. Mereka juga pasti ingin mendengar komentar dari orang-orang," kata Asvi.

Sementara itu, lewat akun Twitter dua pendiri lembaga penelitian dan survei ternama di Indonesia yakni Saiful Mujani (SMRC) dan Yunarto Wijaya (Charta Politica) pun melontarkan kritik atas permendagri terbaru Tjahjo yang kini telah dibatalkan.

"Negara mengatur dalam proses mencari kebenaran? Ilmu pengetahuan? Yang benar aja Pak Cahyo Kumolo!" katanya dalam akun Twitter, Selasa (6/2).

"Keterlaluan sih kalau masih belain pasal penghinaan presiden dan pengetatan perpanjangan izin riset oleh kemendagri," tutur Yunarto melalui akun Twitter-nya, Selasa (6/2).


Kemendagri Minta Tak Dibesar-besarkan

Sementara itu, Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri, Soedarmo meminta kepada berbagai pihak untuk membesar-besarkan kekurangan dari Permendagri Nomor 3 tahun 2018 itu.

"Enggak perlu kita besar-besarkan persoalan ini," kata Soedarmo di Kantor Kemendagri, Jakarta, Selasa (6/2).

Soedarmo menjelaskan, permendagri tersebut hanya memiliki satu kekurangan, yakni frasa 'dampak negatif' yang tidak dijelaskan secara rinci.

Begitu pula dengan indikator yang dijadikan alat Kemendagri untuk menentukan suatu tema penelitian berpotensi menimbulkan 'dampak negatif' atau tidak. Hal itu juga tidak dipaparkan secara komprehensif.

"Kalau yang lain enggak ada masalah," kata Soedarmo.

Meski begitu, pascapembatalan oleh Mendagri dan rencana gelaran FGD untuk permendagri ini, Soedarmo menyatakan akan menampung segala masukan yang ada, termasuk dari peneliti.

Soedarmo memiliki opsi merevisi permendagri tersebut dengan mencantumkan penjelasan frasa 'dampak negatif' secara lebih lengkap. Dia juga mengatakan ada opsi untuk menerbitkan surat edaran yang juga berisi tentang penjelasan perihal 'dampak negatif'. Semua itu dilakukan setelah melakukan kajian dengan berbagai pihak termasuk kalangan peneliti.

Akan tetapi, dalam pandangan Asvi, selain dampak negatif masih ada kekurangan lain dalam 'beleid' yang sudah dibatalkan Tjahjo. Ia menilai nihilnya 'sanksi' dalam beleid itu bisa menjadi masalah.

Jika tidak ada sanksi, kata Asvi, setiap orang tidak akan merasa wajib memiliki surat izin melakukan penelitian.

"Jadi orang bisa saja melakukan penelitian tanpa memiliki surat itu dan tidak ada larangannya juga. Dan tidak ada sanksinya," kata Asvi.

Tjahjo Pilih Batalkan Permendagri 'Kontrol' Izin PenelitianDirjen Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri Soedarmo menyatakan ada opsi revisi permendagri atau surat edaran ke kalangan peneliti untuk memberikan informasi penjelasan perihal frasa 'dampak negatif' penelitian. (Ilustrasi penelitian/felixioncool/pixabay)



Klaim mudahkan Peneliti

Sementara itu soal permendagri yang kini telah dibatalkan, Soedarmo mengklaim itu justru dibuat dengna tujuan memudahkan para peneliti tanpa maksud mengekang ruang gerak.

Soedarmo mengatakan pihaknya menilai Permendagri 64/2011 dan Permendagri 7/2014 yang sebelumnya dipakai dinilai mempersulit seorang peneliti melakukan penelitian.

"[Permendagri terbaru] lebih simpel. Simplifikasi banyak yang kita berikan. Kita memberikan pelayanan yang terbaik, yang tercepat bagi peneliti itu sendiri," ucapnya.

Pada permendagri terbaru, jelas Soedarmo, seseorang hanya perlu mengajukan permohonan penerbitan SKP kepada Badan/Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten/Kota apabila cakupan tema penelitiannya sebatas kabupaten/kota. Tidak perlu mengajukan permohonan ke Kemendagri di Jakarta.

Permendagri terbaru juga tidak berlaku Bagi mahasiswa atau pelajar yang melakukan penelitian tugas akhir seperti skripsi, tesis, atau disertasi. Pula, tidak berlaku bagi instansi pemerintah yang sumber dana penelitiannya berasal dari APBN/APBD.

Pengajuan permohonan itu pun, kata Soedarmo, sepenuhnya dilaksanakan melalui Pelayanan Terpadu Satu Pintu sehingga izin penelitian lebih cepat diproses. (kid)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER