Jakarta, CNN Indonesia -- Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mengirim somasi kepada Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabaresrim) Polri Komisaris Jenderal Ari Dono Sukmanto untuk segera melimpahkan perkara dan tersangka kasus korupsi penjualan kondensat yang melibatkan PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) dan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) ke Kejaksaan Agung.
Somasi tersebut resmi dilayangkan oleh Koordinator MAKI, Boyamin Saiman ke Bareskrim Polri, Jumat (9/2). Dalam somasinya, Boyamin mengancam akan melayangkan gugatan praperadilan bila pelimpahan tahap dua, berupa berkas dan tersangka, tidak dilimpahkan ke Kejaksaan Agung dalam waktu tujuh hari.
Dalam kasus ini, tiga orang telah ditetapkan sebagai tersangka, yakni mantan Kepala BP Migas Raden Priyono, mantan Deputi Finansial Ekonomi dan Pemasaran BP Migas Djoko Harsono, serta mantan Direktur Utama TPPI Honggo Wendratno.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami mensomasi Kabareskrim untuk menyerahkan tersangka Raden Priyono, Djoko Harsono, dan Honggo Wendratno kepada Kejaksaan Agung secara bersama sama, baik formil dan atau materiil dengan batas waktu maksimal tujuh hari kerja sejak somasi ini diserahkan," kata Boyamin dalam keterangan tertulisnya, Jumat (9/2).
Dia pun meminta Ari Dono untuk meyelesaikan tugas terakhir perkara korupsi kondensat yang pernah mangkrak di KPK selama dua tahun, periode 2013 hingga 2015 ini.
Selain itu, Boyamin juga meminta KPK melakukan supervisi terhadap penanganan kasus dugaan korupsi yang merugikan negara hingga US$2,716 miliar atau sekitar Rp38 triliun ini. Bahkan, ia meminta agar KPK melakukan pengambilalihan penanganan kasus bila diperlukan.
"Kami minta KPK melakukan supervisi dan jika diperlukan melakukan tindakan pengambilalihan terhadap perkara itu," katanya.
Polri belum kunjung melimpahkan berkas perkara dan tersangka kasus dugaan korupsi kondensat hingga saat ini. Keberadaan Honggo yang belum ditemukan hingga kini dianggap menjadi salah satu penyebab pelimpahan dari polisi ke jaksa belum dilakukan.
Polri pun menduga buronan Honggo, menggunakan identitas lain dalam persembunyiannya di luar negeri.
Sekretaris National Central Bureau (NCB) Interpol Polri Brigadir Jenderal Napoleon Bonaparte mengatakan, Honggo diduga menggunakan nama samaran untuk bepergian ke luar negeri atau menghindari kejaran polisi.
Napoleon berkata, Polri telah bekerja sama dengan Imigrasi di Singapura untuk menggunakan teknologi pengenalan wajah.
"Ada, ada nama Chinese dan alias-alias itu tetap jadi satu hal yang perlu kami sebarkan ke Singapura," kata Napoleon di Markas Besar Polri, Kamis (9/2).
(rah)