Jakarta, CNN Indonesia -- Penyerangan terhadap kegiatan ibadah di Gereja St. Lidwina, Sleman, DIY, Minggu (12/2) dianggap, sebagai bentuk kepercayaan diri yang samakin tinggi dari kelompok intoleran. Ketergasan pihak kepolisian akan jadi kunci untuk memukul balik gerakan ini.
"Ini menandakan apa? tidak lain karena kelompok intoleransi ini merasa semakin percaya diri sehingga mereka semakin berani terang-terangan dalam melakukan aksinya, entah ini ada kaitannya dengan situasi politik atau tidak, yang jelas ini berbahaya bagi kerukunan umat beragama," ujar Ketua Yayasan Lembaga Studi Sosial dan Agama (eLSA) Semarang, Tedi Kholiludin, di Semarang, Minggu (11/2) seperti dikutip dari
Antara.
Hal ini dikatakannya terkait dengan serangan terhadap jemaat Gereja Lidwina, Sleman, Yogyakarta, pada Minggu (11/2) pagi, oleh seseorang dengan pedang terhunus. Empat orang terluka akibat sabetan pedang, salah satunya adalah Romo Edmund Prier.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tedi menambahkan, kasus sejenis terjadi di Desa Siwal, Baki, Kabupaten Sukoharjo, Jateng, pada (19/8/2017). Ketika itu, sekelompok orang berpentutup wajah membawa senjata tajam menyerang warga dan anggota Barisan Ansor Serbaguna yang sedang bertugas menjaga acara HUT RI.
"Atas dasar perbedaan keyakinan keagamaan, mereka semakin terbuka dalam melakukan penolakan kegiatan keagamaan, pengusiran tokoh yang berbeda agama, bahkan penyerangan secara langsung dan membabi buta," ujarnya.
 Petugas kepolisian melakukan olah Tempat Kejadian Perkara (TKP) kasus penyerangan di Gereja Katholik St. Lidwina, Jambon, Trihanggo, Gamping, Sleman, DI Yogyakarta, Minggu (11/2).(Foto: ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko) |
Wakil Ketua Setara Institute Bonar Tigor Naipospos menambahkan, keterbukaan kaum intoleran dalam melakukan aksinya didukung juga oleh lemahnya penegakan hukum. Ini tercermin dalam insiden yang menimpa Ahmadiyah, di Cikeusik, Pandeglang, Banten, 2011.
Sebanyak enam pengikut Ahmadiyah meninggal dunia. Sementara, para pelaku hanya divonis hukuman penjara tiga sampai enam bulan penjara. Pengikut Ahmadiyah pun mendapatkan vonis serupa karena dianggap memicu keresahan.
"Biasanya pihak minoritas cenderung dipaksa mengalah dan dikorbankan agar konflik tidak meluas dan berkepanjangan," ucapnya.
Direktur Eksekutif Maarif Institute Muhd Abdullah Darraz menilai, kekerasan terhadap umat beragama sebagaimana terjadi di Gereja Bedog, Sleman, Yogyakarta, dapat mengoyak kerukunan beragama jika tidak ditangani dengan baik oleh unsur-unsur terkait.
"Jangan sampai kasus-kasus semacam ini menguap begitu saja sehingga menciptakan tanda tanya dan kecurigaan di benak publik yang mungkin bisa turut mengoyak jalinan hubungan sosial-keagamaan di Indonesia," cetusnya.
Senada, Ketua Setara Institute Hendardi mengkritis kinerja aparat penegak hukum yang selama ini dianggapnya cenderung memihak. Padahal, aparat tidak boleh bersikap lunak terhadap kelompok intoleran dalam penegakkan hukum.
"Setara berkali-kali mengingatkan, lemahnya penegakkan hukum atas kasus-kasus serupa akan mengundang kejahatan lain yang lebih besar," ujar dia.
 Buya Syafii Maarif saat mendatangi Gereja Santa Lidwina, Sleman Minggu (11/2). Ia mengutuk aksi kekerasan tersebut. (Foto: Detikcom/Ristu Hanafi) |
Dia juga meminta kepada para politikus untuk tidak bermain api dengan isu agama, khususnya pada masa Pilkada 2018 dan Pemilu 2019. Sebab, hal itu sangat rentan menimbulkan perpecahan di masyarakat.
"Kerukunan antar-elemen bangsa dan ikatan kebangsaan terlalu luhur untuk dirusak demi dipertukarkan dengan jabatan politik," kata Hendardi.
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan, aksi kekerasan tersebut tidak dapat dibenarkan dengan alasan apapun.
"Peristiwa tindak kekerasan terhadap sejumlah pemuka agama belakangan ini di beberapa tempat, bahkan terjadi di rumah ibadah, adalah perilaku yang tak bisa dibenarkan sama sekali, atas dasar alasan apapun juga," kata dia.
Kepala Badan Reserse Kriminal Polri (Kabareskrim) Komisaris Jenderal Ari Dono Sukmanto mengatakan, pihaknya telah menerjunkan Detasemen Khusus 88/Antiteror Polri untuk menyelidiki peristiwa itu.
"Kami mengimbau tidak mengambil langkah-langkah atau analisis masing-masing karena Kapolda (DIY) saat ini mengumpulkan ormas untuk menginformasikan peristiwa apa yang sebenarnya terjadi," tuturnya.
Ia juga mengaku meninjau soal kemungkinan peningkatan pengamanan di gereja-gereja. "Melihat perkembangan situasi yang ada, nanti intelijen memberikan masukan apakah akan ditingkatkan atau tidak," tandasnya.
(arh/gil)