ANALISIS

Polemik Deradikalisasi Lewat Pertemuan Napi Teroris-Korban

RBC | CNN Indonesia
Jumat, 09 Feb 2018 07:41 WIB
Upaya pemerintah mempertemukan napi terorisme dan korban mendapat beragam tanggapan. Ada yang setuju, ada juga yang menduga pemerintah punya agenda terselubung.
Ilustrasi narapidana terorisme. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono).
Jakarta, CNN Indonesia -- Keinginan dari Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto mempertemukan narapidana terorisme dengan korban aksi terorisme disambut baik eks narapidana terorisme Sofyan Tsauri.

Sofyan menyatakan upaya pemerintah tersebut menjadi momen yang sebenarnya sudah lama ditunggu-tunggu para napi teroris.

"Ini langkah yang sangat baik, Pemerintah memfasilitasi, memediasi kita dengan para korban. Ini hal yang ditunggu-tunggu, ada rekonsiliasi, permintaan maaf," ujar Sofyan kepada CNNIndonesia.com, Kamis (8/2).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pertemuan yang rencananya akan dilakukan pada akhir bulan Februari ini bertujuan untuk memfasilitasi narapidana terorisme dan korban untuk melakukan rekonsiliasi. Selain itu, upaya ini juga merupakan bagian dari rangkaian pemberantasan terorisme.

Jumlah kasus terorisme di Indonesia memang terus meningkat dalam kurun waktu tiga tahun terakhir. Tercatat 163 kasus terorisme terjadi pada 2016 lalu, naik hampir dua kali lipat dari 83 kasus pada 2015. Jumlah itu terus naik menjadi 172 kasus di sepanjang 2017.

Sofyan yang dulu terlibat kasus terorisme terkait penyediaan senjata dan peluru untuk kelompok teroris pimpinan Dulmatin itu menganggap rekonsiliasi adalah cara deradikalisasi yang lebih efektif ketimbang menggunakan dalil-dalil dan ayat kitab suci.

Pengamat terorisme sekaligus eks narapidana terorisme, Ali Fauzi menambahkan, pertemuan antara narapidana dan korban terorisme ini akan membawa dampak yang sangat baik bagi kedua pihak.

"Akan berdampak kepada para mantan (teroris) bahwa aksi yang mereka lakukan menimbulkan kerusakan, cacat fisik permanen. Para korban tidak tahu menahu, namun kena getah dari aksi sporadis mereka," ucap Ali melalui pesan singkat.


Di sisi lain, menurut Ali, sikap para korban yang akan memaafkan pelaku menjadi sikap mulia yang patut dicontoh para narapidana terorisme.

Menuju Deradikalisasi Lewat Rekonsiliasi Napi Teroris-KorbanEks narapidana terorisme Sofyan Tsauri. menyambut baik rencana pemerintah untuk merekonsiliasi pelaku terorisme dengan korban. (CNN Indonesia/S. Yugo Hindarto).
Dugaan Tahun Politik

Meski disambut baik, namun rencana ini tetap dianggap memiiliki agenda terselubung di dalamnya. Mengingat Indonesia memasuki tahun politik pada 2018 ini dan 2019 nanti.

Guru Besar Ilmu Politik Universitas Indonesia (UI) Budiana menduga, ada oknum di pemerintahan yang merencanakan upaya narapidana terorisme bertatap muka dengan para korban untuk kepentingan politik.

Budiana menduga Presiden Joko Widodo tidak mengetahui dari awal rencana ini, di sisi lain ia tidak menjelaskan secara spesifik apa agenda terselubung di balik rencana mempertemukan para napi teroris dengan keluarga korban.

"Siapa nih tokohnya? Pak presiden tahu enggak (rencana) ini? Kan yang suka main aneh-aneh anak buahnya," kata Budiana saat dihubungi CNNIndonesia.com, Kamis (8/2).


Menurutnya, rencana mempertemukan narapidana dengan korban terorisme merupakan gagasan yang aneh dan tidak tepat dianggap sebagai jalan menuju deradikalisasi. Di mata Budiana, belum tentu korban akan memaafkan pelaku terorisme, sehingga seharusnya tak perlu ada kompromi, apalagi sampai memberi maaf.

"Tidak perlu ada kompromi, apalagi rekonsiliasi antara teroris dengan korbannya. Kalau seandainya saya jadi korban terorisme, saya tidak akan mau dipertemukan, apalagi memaafkan pelaku terorisme," ujar dia.

"Teroris itu kejam. Kalau ini dilakukan, sama saja dengan mengkhianati rakyat," tegasnya.

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Suhardi Alius menyadari, tak semua korban maupun keluarga korban bisa dengan mudah memaafkan para pelaku teror tersebut. Namun, upaya pertemuan ini merupakan langkah tepat bagi para korban untuk bisa memaafkan para pelaku.

"Apa kita mau cuma memendam dendam? Kan life must go on. Artinya, kita harus kembali (kepada) realitas, kita hadapi," ujar Suhardi di Hotel Bidakara, Jakarta, Rabu (7/2).


Selaras dengan Suhardi, Ali Fauzi kembali menyatakan bahwa pertemuan ini pasti tak lepas dari kendala, salah satunya korban yang sulit memaafkan para narapidana. Namun, ia optimistis BNPT dapat menangani hal tersebut dengan baik.

"Kendala tetap ada, dan itu bagian dari tantangan pak kepala. Tidak mudah memaafkan para pelaku, karena tiap korban (kondisi) psikologi mereka berbeda. Tapi di tangan dingin Pak Hardi (Suhardi Alius), semua akan berjalan sesuai harapan," katanya.

BNPT akan berperan sebagai pelaksana kegiatan dalam upaya pertemuan narapidana terorisme dengan korban. Sejauh ini, BNPT masih melakukan segala persiapan untuk merealisasikan rencana ini agar upaya rekonsiliasi kedua pihak bisa tercapai. (osc/wis)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER