Jakarta, CNN Indonesia -- Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyatakan, perlu ada pengondisian kesiapan mental dan psikologis korban terorisme sebelum bertemu pelaku teror.
Hal ini merespons rencana pemerintah mempertemukan korban dan narapidana terorisme yang difasilitasi Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan.
Wakil Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo menyadari korban tentu memiliki trauma tersendiri sehingga bukan tidak mungkin ada rasa enggan untuk bertemu dengan pelaku.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Memahami motif pelaku atau kondisi pelaku yang menyebabkan pelaku demikian, memahami itu saja satu proses yang sangat sulit ini, harus dikondisikan," kata Hasto kepada
CNNIndonesia.com, Jumat (9/2).
Namun, dia menyatakan, bukan berarti pihaknya tak sepakat dengan rencana pemerintah mempertemukan narapidana terorisme dengan korban itu. Apalagi, hal ini merupakan pendekatan baru dalam peradilan di Indonesia.
"Ya, kalau kami setuju, dalam artian pendekatan baru dalam sistem peradilan pidana sekarang yang disebut dengan victims impact statement," ujar Hasto.
Hasto menambahkan, melalui pertemuan itu korban bisa menceritakan bagaimana penderitaan yang dialami akibat aksi yang dilakukan oleh pelaku terorisme.
Sementara di sisi lain, pelaku bisa menyadari dan mengetahui akibat perbuatan yang dilakukannya.
"Dengan begitu diharapkan bisa terjadi penyesalan kemudian dia (pelaku) meminta maaf dan juga berusaha memperbaiki perilakunya," tutur Hasto.
Lebih lanjut, Hasto menyampaikan dalam pertemuan tersebut nantinya juga bertujuan untuk mengurangi aksi terorisme.
Para pelaku yang kemudian sudah menyadari dan menyesali perbuatannya bisa menjelaskan kepada lingkungannya atau teman-temannya yang masih memiliki niat melakukan aksi teror.
LPSK sendiri, kata Hasto juga akan terlibat dalam pertemuan tersebut. LPSK akan mendampingi para korban yang memang berada di bawah perlindungan LPSK.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto akan melakukan rekonsiliasi dengan mempertemukan mantan napi terorisme dengan korban aksi terorisme.
Rekonsiliasi tersebut rencananya akan dilakukan pada akhir Februari 2018. Dalam forum tersebut, para pelaku juga diharapkan menyampaikan permintaan maaf secara langsung kepada korban.
Di sisi lain, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Suhardi Alius mengatakan, forum silaturahmi narapidana (napi) kasus terorisme dengan keluarga korban teror bertujuan untuk mengurangi aksi terorisme di Indonesia.
(pmg/osc)