DPR Sahkan RUU MD3 Menjadi Undang-Undang

Joko Panji Sasongko | CNN Indonesia
Senin, 12 Feb 2018 18:28 WIB
Pengesahan dilakukan usai Fraksi NasDem dan PPP menyatakan walkout usai menyampaikan interupsi dalam sidang paripurna di Gedung DPR, Jakarta, Senin (12/2).
Pengesahan dilakukan usai Fraksi NasDem dan PPP menyatakan walkout usai menyampaikan interupsi dalam sidang paripurna di Gedung DPR, Jakarta, Senin (12/2). (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)
Jakarta, CNN Indonesia -- Sidang paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sepakat mengesahkan revisi Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD menjadi undang-undang. Pengesahan dilakukan usai Fraksi NasDem dan PPP menyatakan walkout usai menyampaikan interupsi dalam sidang paripurna di Gedung DPR, Jakarta, Senin (12/2).

Berdasarkan pantauan CNNIndonesia.com, pengesahan RUU MD3 menjadi UU dihadiri Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly sebagai perwakilan pemerintah, dan 286 dari 560 anggota DPR. Rapat yang dipimpin Wakil Ketua DPR Fadli Zon juga ikuti Ketua DPR Bambang Soesatyo, Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan, dan Wakil Ketua DPR Agus Hermanto.

"Apakah RUU perubahan ke-2 atas UU Nomor 17/2014 tentang MD3 bisa disahkan menjadi Undang-Undang," tanya Fadli kepada peserta sidang paripurna.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Setuju," jawab peserta sidang.

"Terima kasih," jawab Fadli seraya mengetuk palu sidang tanda disahkannya UU tersebut.


Sebelum disahkan, Ketua Badan Legislatif DPR Supratman Andi Agtas menyampaikan ada 13 subastasi materi yang terdapat dalam RUU MD3. Supratman pun menjelaskan RUU MD3 telah melalui berbagai pembahasan yang diikuti seluruh fraksi dan pemerintah yang diwakili Menkumham.

Adapun substansi pertama, kata Supratman, adalah penambahan kursi pimpinan MPR, DPR, dan DPD, serta menambah wakil pimpinan MKD.

Kedua, perumusan kewenangan DPR dalam membahas RUU yang berasal dari presiden dan DPR, maupun RUU yang diajukan DPD. Ketiga, penambahan rumusan mengenai pemanggilan paksa dan penyanderaan terhadap pejabat negara atau masyarakat yang akan melibatkan kepolisian.

Keempat, penambahan rumusan mengenai penggunaan hak interpletasi, hak angket, hak menyatakan pendapat, atau hak anggota DPR untuk mengajukan pertanyaan kepada pejabat negara. Kelima, menghidupkan kembali Badan Akuntabilitas Keuangan Negara.


Keenam, penambahan rumusan kewenangan Badan Legislasi dalam penyusunan RUu serta pembuatan laporan kinerja dan inventarisasi masalah di bidang hukum. Ketujuh, perumusan ulang terkait tugas dan fungsi MKD.

Kedelapan, penambahan rumusan kewajiban mengenai laporan hasil pembahasan APBN dalam rapat pimpinan sebelum pengembilan keputusan pada pembicaraan tingkat I. Kesembilan, penambahan rumusan mekanisme pemanggilan WNI atau WNA yang secara paksa dalam hal tidak memenuhi panggilan panitia angket.

Kesepuluh, penguatan hal imunitas anggota DPR dan pengecualian hak imunitas. Kesebeles, penambahan rumusan wewenang dan tugas DPD dalam memantau dan mengvaluasi rancangan Perda dan Perda.

Keduabelas, penambahan rumusan kemandirian DPD dalam penyusunan anggaran. Penambahan rumusan terkait pelaksanaa tugas Badan Keahlian Dewan.

"Terakhir penambahan rumusan jumlah dan mekanisme pemilihan pimpinan MPR, DPR, dan Alat Kelengkapan Dewan hasil pemilu tahun 2014 dan ketentuan mengenai mekanisme pimpinan MPR, DPR, serta Alat Kelengkapan Dewan (AKD) setelah pemilu tahun 2019. (kid/sur)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER