Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk melakukan pembinaan terhadap kepala daerah agar tak melakukan perbuatan yang koruptif. Hal itu tak lepas dari ditetapkannya kembali seorang kepala daerah sebagai tersangka pada awal pekan ini.
Kepala daerah dimaksud yakni Bupati Ngada, Nusa Tenggara Timur, Marianus Sae yang jadi tersangka usai kena operasi tangkap tangan (OTT). Penangkapan Marianus terjadi satu hari menjelang penetapan calon oleh KPU, di mana dia terdaftar sebagai bakal calon dalam Pilgub NTT 2018. Dia berpasangan dengan Emilia J Nomleni sebagai calon wakil gubernur.
"Kemendagri punya kewenangan proses pembinaan di daerah-daerah. Tentu sangat baik kalau semua pihak menjalankan secara maksimal," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, kemarin.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penangkapan dan penetapan tersangka Marianus kian mencoreng penyelenggaraan Pilkada serentak 2018. Pasalnya, Marianus diduga menggunakan uang suap yang diterima terkait proyek-proyek di Ngada untuk kepentingan politiknya dalam pesta demokrasi lima tahunan di NTT.
Febri menuturkan agar proses demokrasi di Indonesia berjalan secara bersih dibutuhkan peran semua institusi terkait, termasuk Kemendagri. Menurut Febri, setiap institusi memiliki kewenangan berbeda satu dengan yang lainnya. Kemendagri, sebagai induk tertinggi pemerintahan daerah di Indonesia, tentu punya kewenangan membina para kepala daerah agar bekerja sesuai koridor.
"Kalau serius proses demokrasi ini dijalankan secara bersih, pasti butuh peran semua pihak. Karena semua institusi memiliki kewenangan berbeda-beda," ujarnya.
Febri menuturkan, dalam konteks Pilkada, KPK hanya memiliki kewenangan menindak penyelenggara negara yang ikut dalam kontestasi pesta demokrasi lima tahunan itu. Sementara itu, para calon yang bukan petahana di luar kewenangan lembaga antirasuah.
Lembaga yang bisa mengawasi tindak tanduk seluruh calon kepala daerah adalah Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Komisi Penyelenggara Pemilu (KPU), yang merupakan pelaksana pemilihan kepala daerah secara langsung tersebut.
Menurut Febri, sinergi lintas institusi ini diperlukan agar gelaran pesta demokrasi lima tahunan menghasilkan kepala daerah yang bersih. Selain itu, para kepala daerah tetap harus diawasi kinerjanya agar ketika menjabat tak bertindak koruptif yang bisa berujung menjadi pesakitan di KPK.
"Agar proses pilkada demokrasi menghasilkan kepala daerah bersih dan tidak lagi mengulangi kekeliruan-kekeliruan kepala daerah sebelumnya yang akhirnya diproses oleh KPK," tutur Febri.
 Bupati Ngada yang juga bakal cagub NTT, Marianus Sae jadi tersangka oleh KPK usai terjaring OTT karena kasus dugaan suap. (ANTARA FOTO/Aprillio Akbar). |
Daftar Panjang 'Pesakitan' Kepala DaerahSepanjang Januari sampai pertengahan Februari 2018, setidaknya ada enam kepala daerah yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.
Mereka, yakni Bupati Hulu Sungai Tengah Abdul Latif, Bupati Kebumen Muhammad Yahya Fuad, Bupati Halmahera Timur Rudi Erawan, Gubernur Jambi Zumi Zola, Bupati Jombang Nyono Suharli, dan Bupati Ngada Marianus Sae.
Rata-rata pemimpin daerah tersebut terjerat KPK karena diduga menerima hadiah atau suap dari para penggarap proyek di wilayah administratif masing-masing.
Di sisi lain enam orang itu menambah panjang daftar kepala daerah yang menjadi pesakitan KPK. Selama tahun 2017 saja, sedikitnya ada sembilan kepala daerah yang sudah ditetapkan tersangka, baik lewat operasi tangkap tangan (OTT) maupun pengembangan penyelidikan.
Mulai dari Bupati Batubara OK Arya Zulkarnain, Gubernur Bengkulu Ridwan Mukti, Wali Kota Cilegon Tubagus Iman Ariyadi, Wali Kota Tegal Siti Mashita, dan Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari.
Kemudian Wali Kota Batu Eddy Rumpoko, Bupati Pamekasan Ahmad Syafii, Bupati Nganjuk Taufiqurrahman, dan Wali Kota Mojokerto Masud Yunus.
Daftar itu sangat berpotensi akan bertambah panjang. Mengingat, KPK memastikan tak akan berhenti menjalankan tugas dan fungsi sesuai kewenangannya di bidang penindakan.
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang pun mewanti-wanti, pihaknya akan terus menindak para penyelenggara negara yang terindikasi berperilaku koruptif, termasuk kepala daerah.
"KPK akan kerja terus sesuai kewenangan KPK," kata Saut kepada CNNIndonesia.com, Selasa (13/2).
(osc)