Jakarta, CNN Indonesia -- Posisi Arief Hidayat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi sedang tergoyang saat ini. Kelompok masyarakat sipil mendesak Arief Hidayat mundur dari posisinya karena dinilai telah melakukan lobi politik ke anggota DPR untuk memperpanjang masa jabatannya sebagai hakim konstitusi.
Dewan etik pun telah menjatuhkan saksi, meskipun berupa teguran lisan kepada Arief karena telah menjalin pertemuan dengan sejumlah anggota Komisi III DPR di sebuah hotel sebelum menjalani uji kelayakan hakim MK.
Saat dimintai tanggapan soal tergoyangnya MK terkait polemik jabatan yang masih dipegang Arief, mantan Ketua MK Mahfud MD mengatakan kritik dan desakan itu sebaiknya didengar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Mari dengarkan bisikan nurani yang ada di setiap denyut kehidupan masyarakat," kata Mahfud kala ditemui saat mengunjungi Wihara Dharma Bakti, Jakarta, Jumat (16/2).
 Mahfud MD. (CNN Indonesia/Christie Stefanie) |
Walaupun begitu, pria yang juga menjadi Ketua MK selama dua periode tersebut mengatakan tak ada kewajiban agar desakan tersebut harus dipenuhi.
Mahfud menganggap desakan dan kritikan atau sikap tidak percaya masyarakat terhadap MK merupakan teguran moral. Teguran moral, lanjut Mahfud, juga termasuk hukuman.
"Itu adalah hukuman bersifat otonom, datang dari kesadaran diri sendiri. Merasa malu, takut, tebal muka," kata Guru Besar Hukum Tata Negara di Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta tersebut.
Akibat masih adanya Arief di bangku hakim konstitusi, ada bagian dari koalisi masyarakat sipil yang mengaku sulit percaya dengan integritas MK sebagai lembaga peradilan konstitusi.
Namun, Mahfud menilai itu adalah hak termasuk ketika warga negara enggan mengajukan gugatan uji materi seperti Indonesia Indonesia Corruption Watch (ICW) yang enggan mengajukan gugatan terhadap UU MD3.
"Itu urusan masyarakat ya, kalau masyarakat tidak mau mengajukan, ICW dan kawan-kawan itu urusan mereka," katanya.
Mahfud lalu menampik anggapan dirinya termasuk bagian pihak-pihak yang mendesak Arif untuk mundur.
Pengakuan Anggota Komisi III DPRSebelumnya, dalam diskusi di kawasan Cikini, Jakarta, Anggota Komisi III DPR Masinton Pasaribu mengakui sejumlah anggota dari komisinya pernah mengundang Arief Hidayat untuk bertemu di Hotel Ayana Midplaza, Jakarta.
"Alat kelengkapan Dewan Komisi III yang mengundang Pak Arief itu. Nah kebetulan Komisi III sedang melakukan pleno di Hotel Mid Plaza," kata Masinton dalam diskusi yang dihelat Kolegium Jurist Institute di kawasan Cikini, Jakarta, Kamis (15/2).
Masinton menjelaskan, kala itu Komisi III tengah melaksanakan rapat pleno. Arief lalu diundang untuk membicarakan jadwal
fit and proper test karena masa jabatan Arief sebagai hakim MK akan segera habis.
 Masinton Pasaribu. (ANTARA FOTO/Rosa Panggabean) |
Masinton menganggap desakan mundur dari hakim MK yang ditujukan kepada Arief selama ini cenderung politis. Apalagi, MK baru saja menolak gugatan wadah pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas kewenangan Pansus Angket DPR atas KPK.
"Kareng dianggap bahwa pandangan hukum Pak Arief tidak sejalan dengan keinginan kelompok-kelompok atas nama
pressure grup ini, sehingga di-
bully," kata politikus PDIP tersebut. "Pak Arief jalan saja, tidak boleh mundur dengan tekanan-tekanan itu."
Di tempat yang sama, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengatakan hal serupa. Desakan Arief untuk mundur sebagai hakim MK cenderung politis. Arief didesak mundur karena mengeluarkan putusan bahwa Pansus Angket DPR untuk KPK tidak menyalahi undang-undang.
Padahal, lanjut Fahri, putusan Arief yang menganggap KPK bagian dari lembaga eksekutif merupakan bukti bahwa Arief independen dalam menjalankan tugasnya sebagai hakim MK.
"Kami tahu betul betapa independennya lembaga ini, Prof Arief dan kawan-kawan itu sangat independen. Justru ini ketika mulai independen, mereka takut. Puncak independensinya ditunjukkan dengan putusan bahwa KPK bagian dari eksekutif," kata Fahri.
Pengambilan Putusan PerkaraPada hari yang sama, di tempat terpisah, Juru Bicara MK Fajar Laksono menyatakan isu lobi-lobi politik yang dilakukan Arief Hidayat dengan anggota komisi III DPR untuk memperpanjang jabatannya sebagai hakim konstitusi tak terbukti.
"Dewan etik menegaskan terkait dengan lobi-lobi politik, menurut dewan etik dugaan itu tidak terbukti," kata Fajar di Gedung MK, Kamis (15/2).
Fajar menyebut dalam putusan Dewan Etik, Arief memang terbukti melakukan pelanggaran. Namun, pelanggaran itu hanya terkait dengan pertemuan Arief dengan Komisi III tanpa undangan resmi atau hanya melalui telepon.
Lebih lanjut, Fajar mengatakan independensi MK tidak serta merta dipengaruhi Arief selaku Ketua MK. Sebab, MK terdiri dari sembilan hakim konstitusi yang masing-masing memiliki independensi dalam menyatakan argumentasi maupun memutuskan sebuah perkara.
"Jadi kalau kemudian hanya melihat hal itu (independensi ketua MK), itu tidak beralasan," ucap Fajar.
Fajar pun meminta kepada masyarakat untuk tidak meragukan independensi MK dalam memutus sebuah perkara. Namun, Fajar pun memahami jika ada sejumlah pihak yang meragukan independensi MK.
(kid/asa)