Jakarta, CNN Indonesia -- Deputi bidang Komunikasi Politik dan Diseminasi Informasi Kantor Staf Presiden (KSP) Eko Sulistyo menyebut konsultan politik memiliki peran penting dalam menciptakan ide strategi kampanye yang memantik isu suku, agama, ras dan antargolongan (SARA) demi kemenangan kandidat yang menggunakan jasanya.
Hal itu di kemukakan Eko saat menghadiri sebuah diskusi di Universitas Atmajaya, Jakarta Selatan, (21/2).
"Cara-cara seperti isu SARA dan hoax itu bisa juga tak lepas dari peran konsultan politik. Ia jadi aktor penting juga menciptakan ini. Jangan sampai dianggap jadi konsultan ujaran kebencian, ya," kata Eko.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Eko menilai penggunaan ide isu SARA dalam kampanye sama seperti upaya menghalalkan segala cara agar kandidat bisa menang.
Baginya, hal itu menjadi paradoks tersendiri bagi iklim demokrasi yang menjunjung tinggi keadilan, kejujuran dan kesamaan hak bagi para kandidat untuk berkontestasi secara sehat.
"Ini bahaya juga bagi demokrasi jika isu ini (SARA) nantinya dipakai," ujar dia.
Eko mengatakan bahwa dampak serius yang ditimbulkan dari penggunaan isu SARA dapat menyebabkan polarisasi dan perpecahan dalam masyarakat.
Hal itu dinilai sangat membahayakan bagi persatuan dan demokrasi di Indonesia kedepannya.
"Harga itu harus dibayar mahal jika menggunakan isu SARA, itu akan membelah masyarakat dan merugikan masyarakat," kata Eko.
Oleh sebab itu, Eko meminta kepada konsultan politik yang mendampingi kandidat di Pilkada serentak tahun ini dan Pilpres 2019 mendatang, dapat memberikan masukan soal metode kampanye sehat tanpa menggunakan isu SARA dan menyebarkan kabar bohong (hoax).
"Kita mengimbau juga, imbauan ini kan sebenarnya untuk yang di balik panggung, supaya cara-cara berkontestasi itu adalah dengan cara demokratis dan sehat," kata dia.
Ia berharap agar para konsultan politik bisa lebih menonjolkan visi, misi dan program unggulan dari kandidat yang menggunakan jasanya, ketimbang menggunakan isu SARA maupun menyebarkan hoaks.
"Karena harga yang harus dibayar oleh desain politik yang membelah masyarakat sangat mahal," kata Eko.
(wis)