LBH: Rektor UIN Yogyakarta Gegabah Soal Larangan Bercadar

Ihsan Dalimunthe | CNN Indonesia
Rabu, 07 Mar 2018 10:27 WIB
LBH Yogyakarta desak Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta mencabut larangan becadar karena dinilai diskriminatif dan berpotensi melanggar HAM.
LBH Yogya mendesak Rektor UIN Sunan Kalijaga cabut larangan bercadar. (Ilustrasi/AFP PHOTO / TORSTEN BLACKWOOD)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kebijakan Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta yang melarang mahasiswi bercadar berpotensi melanggar kebebasan berkeyakinan dan beragama.

Kepala Departemen Advokasi LBH Yogya, Yogi Zul Fadhli, bahkan menyebut kebijakan Rektor Yudian Wahyudi itu diskriminatif.

"Kami mendesak Rektor UIN Sunan Kalijaga untuk mencabut kebijakan diskriminatif berupa pembinaan mahasiswi bercadar," kata Fadhli melalui keterangan pers, Rabu (7/3).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Fadhli, rektor seharusnya menjamin kebebasan berkeyakinan dan beragama, termasuk kebebasan untuk menjalankan agama dan kepercayaan dalam ibadah, ketaatan, pengamalan dan pengajaran, dihormati dan tidak diganggu gugat.

"Kami menilai Rektor UIN Sunan Kalijaga telah gegabah dalam membuat kebijakan, tidak mencerminkan penghormatan terhadap hak asasi manusia (HAM)," tegas dia.

Fadhli menekankan, alasan rektor melarang penggunaan niqab terkesan sangat asumtif dan tidak berdasar. Misalnya, seperti yang disampaikan rektor dalah dari sisi keamanan bahwa cadar berpotensi dipakai secara manipulatif karena tak ada yang bisa menjamin mahasiswi bercadar saat ujian adalah yang bersangkutan.


Yudian juga mengklaim pembatasan cadar berguna untuk menyelamatkan generasi muda. Sang rektor juga menyatakan wanita bercadar acap bergaul di komunitas tertutup dan cenderung eksklusif. Di samping itu latar belakang pembinaan mahasiswa bercadar adalah untuk menghapus stigma UIN sebagai tempat berkembangnya paham atau kelompok tertentu yang sudah dibubarkan pemerintah tidak sesuai hukum.

"Kami sangat menyayangkan pendapat rektor yang terkesan sebagai praduga tak berdasar tersebut. Semestinya hal ini tidak diucapkan oleh seorang rektor," ungkap Fadhli.

Selain itu, LBH Yogya mengingatkan bahwa kebijakan tersebut berpotensi melanggar HAM. Dalam konstitusi Indonesia, UUD 1945, pasal 28E ayat 1 dan 2 jelas mengatur, setiap orang berhak memeluk agama dan beribadat menurut agamanya dan setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap sesuai dengan hati nuraninya.

Sementara pada pasal 29 UUD 1945, negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.


Indonesia, imbuh Fahli, juga sudah meratifikasi Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil Dan Politik (ICCPR). Pada pasal 18 tegas dinyatakan, setiap orang berhak atas kebebasan berpikir, keyakinan dan beragama. Hak ini mencakup kebebasan untuk menetapkan agama atau kepercayaan atas pilihannya sendiri, dan kebebasan, baik secara sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain, baik di tempat umum atau tertutup, untuk menjalankan agama dan kepercayaannya dalam kegiatan ibadah, pentaatan, pengamalan dan pengajaran.

"Tidak seorang pun dapat dipaksa sehingga terganggu kebebasannya untuk menganut atau menetapkan agama atau kepercayaannya sesuai dengan pilihannya," tutur dia.

Dalam komentar umum 22 pasal 18 ICCPR U.N. Doc. HRIGEN1Rev.1 at 35 (1994) dengan tegas dijelaskan, kebebasan untuk menjalankan agama dan kepercayaan dalam ibadah, ketaatan, pengamalan dan pengajaran mencakup berbagai kegiatan, termasuk salah satunya ialah kebiasaan pemakaian pakaian tertentu atau penutup kepala.

(kid)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER