Jakarta, CNN Indonesia -- Indonesia Corruption Watch (ICW) mengkritik Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo yang menyebut ada beberapa calon kepala daerah pada Pilkada serentak 2018 berpotensi menjadi tersangka korupsi.
Agus bahkan berkeinginan pengumuman calon kepala daerah sebagai tersangka dilakukan sebelum hari pemungutan suara berlangsung. Harapannya, supaya masyarakat tak salah memilih calon pemimpin di daerahnya.
Peneliti ICW Tama S Langkun, mengatakan seharusnya Ketua KPK tak mencampurkan proses hukum seseorang calon kepala daerah dengan agenda pemungutan suara dalam pesta lima tahunan tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tama menyebut langkah tersebut tak bisa dikatakan sebagai pencegahan korupsi. Menurut dia, bila KPK ingin melakukan pencegahan korupsi bisa dilakukan dengan melakukan kampanye ataupun penyuluhan pada masyarakat dengan menyampaikan agar tak memilih calon yang terlibat korupsi.
"Kalau saya melihat itu sesuatu yang enggak boleh dicampurkan, kalau soal penegakan hukum, penegakan hukum saja," kata Tama kepada
CNNIndonesia.com, Kamis (8/3).
Tama menilai tak tepat bila KPK menjadikan waktu pemungutan suara Pilkada serentak 2018 sebagai momentum untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka.
Menurut dia, jika KPK sudah mengantongi dua bukti permulaan yang cukup dan melalui ekspos atau gelar perkara maka tanpa harus menunggu pemungutan suara, lembaga antirasuah itu bisa segera mengumumkan.
"Kalau main momentum seperti ini kan harusnya enggak tepat. Kalau (menurut) saya harus ada alat bukti, karena standarnya itu. Nanti ketika diuji lewat praperadilan ya alat bukti itu, bukan soal proses politiknya," ujarnya.
 Ketua KPK Agus Rahardjo menyebut beberapa calon kepala daerah dalam Pilkada serentak 2019 berpotensi jadi tersangka. (CNN Indonesia/Hesti Rika). |
Timbulkan KecurigaanSementara itu Wakil Sekjen Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Achmad Baidowi mengatakan tak tepat pimpinan KPK hanya menyampaikan sebatas potensi calon kepala daerah Pilkada serentak 2018 sebagai tersangka.
Baidowi menilai ketika KPK sudah memiliki bukti yang kuat tentang keterlibatan calon kepala daerah dalam kasus dugaan korupsi, lembaga antirasuah itu dapat langsung mengumumkan tanpa harus mengeluarkan pernyataan yang menimbulkan kecurigaan.
"Seharusnya tanpa diumbar kepada publik, dan kalau memang itu terbukti ya langsung disidik (penyidikan dengan diikuti penetapan tersangka)," katanya kepada
CNNIndonesia.com.
Menurut Baidowi, motif Agus Rahardjo mengeluarkan pernyataan seperti itu patut dipertanyakan. Anggota DPR dari Fraksi PPP itu mengingatkan bahwa pimpinan KPK, yang notabene merupakan lembaga penegak hukum tak boleh berpolitik.
"Sebaiknya KPK bekerja secara profesional dan proporsional sesuai ketentuan undang-undang tanpa mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang berpotensi membuat gaduh. Jika sudah mencukupi alat buktinya ya tinggal lakukan penyidikan," tuturnya.
Sementara itu, anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDIP Masinton Pasaribu menyatakan pernyataan Agus Rahardjo sudah masuk dalam kategori merusak proses demokrasi elektoral, yang tahapannya sedang berlangsung di 171 daerah di Indonesia.
Masinton menyebut pernyataan Agus Rahardjo itu seperti pisau bermata dua.
"Di satu sisi seakan-akan sedang melakukan supremasi dan penegakan hukum. Dengan di sisi lainnya bahwa KPK sedang berpolitik dan menjadi alat politik," kata dia.
Menurut mantan anggota Pansus Angket KPK itu, jika KPK ingin berkontribusi melahirkan pejabat yang bersih seharusnya lembaga antirasuah itu sudah bertindak menetapkan status hukum calon kepala daerah sebelum ditetapkannya secara resmi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
"Inilah yg menjadi pertanyaan dan kecurigaan bahwa KPK sedang berpolitik atasnama pemberantasan korupsi," tuturnya.
(osc/sur)