Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan mengatakan uang senilai hampir Rp2,8 miliar yang disita KPK dari Operasi Tangkap Tangan Wali Kota Kendari terkait biaya politik di Pilkada.
"Permintaan untuk biaya politik semakin dekat dan semakin tinggi. Bisa saja [uang suap] untuk baliho atau untuk yang lain," ujar dia, di gedung KPK, Jakarta, Jumat (9/3).
Basaria juga membuka kemungkinan penggunaan uang suap itu. Namun, semuanya berujung pada Pilkada.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Penyidik menduga uang itu bisa dibagikan untuk masyarakat," ungkapnya.
Sebelumnya, Ketua KPK Agus Rahardjo mengklaim pihaknya mendetaksi keberadaan indikasi kuat keterlibatan sejumlah calon kepala daerah pada Pilkada 2018 dalam kasus korupsi.
Agus mengaku tak asal bicara. Salah satu buktinya adalah aliran dana yang terdeteksi oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Wakil Ketua PPATK Dian Ediana Rae menyebut bahwa pihaknya mendeteksi 53 transaksi perbankan dan 1.066 transaksi tunai yang mencurigakan yang terkait Pilkada 2018.
Transaksi mencurigakan itu berlangsung dari akhir tahun 2017 hingga kuartal kesatu (Januari-April) tahun 2018.
Sebelumnya, KPK melakukan OTT terhadap Wali Kota Kendari Adriatma Dwi Putra, Rabu (28/2). Dalam operasi tersebut, tim KPK turut menangkap calon gubernur Sulawesi Tenggara Asrun.
Asrun, yang merupakan ayah dari Adriatma, memimpin Kota Kendari selama dua periode, yakni 2007-2012 dan 2012-2017. Pada Pilkada 2017, Adriatma menggantikan Asrun sebagai Wali Kota Kendari.
Asrun kemudian maju pada Pilgub Sulawesi Tenggara 2018. Ia diusung oleh Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Hanura dan Partai Gerindra.
(arh)