Jakarta, CNN Indonesia -- Imam Front Pembela Islam (FPI) Jakarta, Muhsin Alatas mengatakan pihaknya tidak menggubris kecaman yang dilontarkan terkait aksi di Gedung Tempo, termasuk yang dilayangka Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Menurutnya, apa yang dilakukan Tempo dengan membuat karikartur yang menyinggung adalah perbuatan yang tidak dibenarkan.
"Kecaman apa? Anggap saja anjing menggonggong kafilah berlalu," kata Muhsin kepada
CNNIndonesia.com melalui pesan singkat, Minggu (18/3).
Menurut Muhsin, langkah Tempo yang memuat karikatur lelaki berpakaian putih dan berserban jauh lebih berbahaya daripada aksi yang dilakukan FPI. Muhsin menilai hal itu jelas sebuah penghinaan terhadap ulama.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Yang bahaya menghina ulama panutan umat dan agama pedoman umat," ujarnya.
Muhsin lalu memperingatkan PSI agar hati-hati dalam bersikap, terutama jika ingin memberi komentar terkait ulama dan agama Islam.
Dia mengatakan FPI tidak hanya berani terhadap perusahaan media sekaliber Tempo, tetapi juga partai politik jika melakukan penghinaan terhadap ulama dan agama Islam. FPI, kata Muhsin, tidak akan sungkan menggeruduk semua pihak yang menghina ulama termasuk partai politik.
Muhsin mengatakan hal itu sudah pernah dilakukan terhadap Partai Nasdem. Kala itu, FPI mendatangi kantor DPP Partai Nasdem meminta pertanggungjawaban kader Nasdem, Viktor Laiskodat yang dinilai telah melecehkan agama Islam melalui pernyatannya.
Menurut Muhsin, aksi di kantor DPP Nasdem itu merupakan bukti bahwa FPI tidak takut kepada partai politik.
"Silakan saja menghina ulama dan agama. Pasti FPI akan geruduk. Kalau (PSI) mau digeruduk, boleh, biar lebih terkenal partainya," ujar Muhsin.
Juru bicara FPI, Slamet Maarif menambahkan apa yang telah disampaikan Muhsin. Dia juga mengatakan bahwa tindakan Tempo yang memuat karikatur lelaki berpakaian putih dan berserban jauh lebih berbahaya dari aksi FPI. Dia menilai Tempo telah melecehkan ulama yang selama ini menjadi panutan umat.
"Tindakan Tempo lebih sangat membahayakan dan sangat tidak dibenarkan," katanya.
Slamet lalu mengaku tidak heran jika PSI mengecam aksi yang dilakukan pihaknya di kantor Majalah Tempo beberapa waktu lalu.
Menurut Slamet, banyak kader PSI yang merupakan simpatisan terpidana kasus penodaan agama Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Karena itu, dia menganggap wajar jika PSI mendukung kelompok yang juga menghina ulama dan agama.
"Maklumin aja kan isi PSI kelihatannya Ahoker, wajarlah mereka kelompok penista agama dan ulama," tutur Slamet.
Sebelumnya, Wakil Sekjen DPP PSI sekaligus Juru Bicara PSI Bidang Agama dan Kemasyarakatan Danik Eka Rahmaningtias mengecam aksi FPI di kantor Majalah Tempo, Jakarta, Jumat lalu (16/3).
Dia mengatakan FPI dan organisasi manapun di Indonesia tidak berhak mengambil alih hukum ke tangan mereka sendiri.
"FPI berhak untuk menyatakan ketersinggungan dan kemarahannya, namun harus tetap dalam koridor-koridor hukum dan tidak mengancam Hak Asasi Manusia," kata Danik melalui siaran pers yang diterima CNNIndonesia.com, Minggu (18/3).
Danik bahkan menilai aksi FPI terhadap Tempo merupakan ancaman terhadap demokrasi dan hak warga negara untuk mengungkapkan pendapat yang telah dijamin UUD 1945.
"Upaya untuk membungkam Tempo adalah upaya untuk membungkam hak konstitusional warga negara Indonesia," kata dia.
Kritik soal demo FPI ini juga datang dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS). KontraS menilai, aksi tersebut terkesan main hakim sendiri dan cenderung mengarah pada tindakan persekusi.
"Hentikan intimidasi terhadap Tempo," kata Koordinator KontraS Yati Andriyani dalam siaran persnya.
Sementara Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers mengimbau FPI lebih memilih jalur ke Dewan Pers ketimbang mendatangi Kantor Tempo.
Menurut Ketua LBH Pers Nahwawi Bahrudin, jika ada pihak atau kelompok yang keberatan atau dirugikan dengan sebuah karya jurnalistik, mekanismenya adalah menempuh jalur sengketa jurnalistik dengan memberikan hak jawab atau hak koreksi sebagaimana dalam Pasal 4 UU Pers.
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta juga menyatakan bahwa aksi massa FPI tersebut merupakan bentuk intimidasi, tekanan, dan mengancam kebebasan pers.
"Aksi ini bisa menciptakan efek ketakutan di kalangan jurnalis dan media untuk bersikap kritis dan independen," kata Ketua AJI Jakarta Ahmad Nurhasim.
Nurhasyim mengatakan jika saat ini Tempo yang didemo, bukan tidak mungkin media lain juga akan didemo lain waktu ketika memproduksi karya jurnalistik yang kritis terhadap kelompok masyarakat.
(osc/sur)