BPK Minta KKP Beri Nelayan Alat Tangkap yang Pas

Priska Sari Pratiwi | CNN Indonesia
Selasa, 20 Mar 2018 04:52 WIB
BPK menyarankan KKP melakukan sosialisasi yang menyeluruh soal pelarangan cantrang dan memberikan alat tangkap yang tepat bagi nelayan.
Rizal Djalil, Anggota IV Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). (Dok. BPK)
Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) meminta Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melakukan sosialisasi yang utuh soal pelarangan cantrang dan memberi nelayan alat tangkap yang tepat.

Hal ini diungkapkan Anggota IV BPK Rizal Djalil dalam sambutan Seminar Nasional 'Kebijakan dan Koordinasi Bidang Maritim untuk Kesejahteraan Nelayan', di Auditorium BPK, Jakarta, Senin (19/3).

Menurut dia, KKP seharusnya melakukan "sosialisasi yang komprehensif" terlebih dahulu kepada para nelayan terkait kebijakan tersebut. Selain itu, nelayan juga disediakan alat pengganti selain cantrang sesuai spesifikasi yang dibutuhkan selama proses moratorium.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jangan sampai alat [tangkap ikan]-nya tidak bisa dipakai dan nelayan harus keluar dana. Sudah saatnya pemerintah, Pak Menko [Maritim] juga setuju bagaimana sumber daya ikan kita yang melimpah ruah itu didayagunakan," ucap Rizal.

Ia mengungkapkan temuan BPK soal produksi perikanan laut. Bahwa, terjadi penurunan produksi ikan yang semula 621 ribu ton pada 2014 menjadi 535 ribu ton pada 2015. Jumlah ini meningkat menjadi 565 ribu ton pada 2016.

"Meskipun ikan banyak di samudera kita, tapi produksi perikanan kita tidak meningkat signifikan. Ini kenyataan," ungkapnya.

Di sisi lain, Rizal juga membandingkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari KKP yang lebih rendah dari kementerian lain.

Dari hasil audit BPK, diketahui anggaran KKP pada 2017 mencapai Rp9,13 triliun. Namun, PNBP-nya 'hanya' Rp712,5 miliar. Sementara, sebagai perbandingan, anggaran Kementerian ESDM pada 2017 Rp6,57 triliun, dengan PNBP mencapai Rp42,5 triliun.

"Data ini menunjukkan bahwa ada yang harus diperbaiki," ucap Rizal.

Aksi demonstrasi nelayan di depan Kantor Dinas Kelautan dan Perikanan Lampung, Selasa (9/1).Aksi demonstrasi nelayan di depan Kantor Dinas Kelautan dan Perikanan Lampung, Selasa (9/1). (Foto: ANTARA FOTO/Ardiansyah)

Hasil audit tersebut, kata dia, telah diserahkan kepada Presiden Joko Widodo. Ia berharap pemerintah dapat segera memperbaiki kebijakan atas kelemahan dalam moratorium perizinan usaha perikanan tangkap dan larangan penggunaan cantrang.

"Saya merekomendasikan supaya sektor perikanan didayagunakan, maksimalkan upaya penangkapan secara regulasi dan perizinan yang benar," kata Rizal, dikutip dari Antara.

Pada kesempatan yang sama, Ketua DPR Bambang Soesatyo alias Bamsoet menyebut bahwa pelarangan cantrang berdampak positif bagi lingkungan.

"Namun, kenyataan tersebut akan berbanding terbalik dengan dampak ekonomi dan sosial yang ditimbulkan. Pada aspek ekonomi, pelarangan cantrang akan memengaruhi tingkat pendapatan, jumlah hasil tangkapan dan diferensiasi alat tangkap. Sementara, dampak sosial yang ditimbulkan yaitu berubahnya hubungan sosial dalam kehidupan nelayan dan tingkat kesejahteraan yang menurun," papar dia.

Bamsoet meminta KKP memaksimalkan penggunaan anggaran agar mampu menggerus tingkat kemiskinan para nelayan. Berdasarkan data BPS pada 2016, nelayan berkontribusi sekitar 26 persen atau 7,87 juta jumlah penduduk miskin di Indonesia.

"Program kerja kementerian harus mengedepankan asas manfaat. Berbagai program bagus yang telah dijalankan harus dilanjutkan dan diperluas di tahun 2018 ini. Antara lain pengadaan kapal perikanan, alat tangkap ramah lingkungan, hingga premi asuransi nelayan," pungkas dia.

Cantrang menjadi polemik setelah Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti melarang penggunaan cantrang melalui Permen Kelautan dan Perikanan Nomor 2/2015 tentang Pelarangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Trawl dan Seine Nets.

Meski saat ini sudah boleh digunakan, Susi menyatakan peraturan menteri itu tidak dicabut. Dia juga menyatakan bahwa pelonggaran aturan pelarangan cantrang hanya berlaku di enam wilayah yakni Batang, Tegal, Rembang, Pati, Juwana, dan Lamongan. Di luar wilayah tersebut, pelarangan masih berlaku. (arh)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER