Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih mengkaji permohonan
justice collaborator (JC) yang diajukan mantan Ketua DPR, Setya Novanto dalam perkara dugaan korupsi proyek pengadaan e-KTP.
Pada persidangan kemarin, majelis hakim menilai Novanto masih setengah hati mengakui terlibat dalam proyek yang ditaksir merugikan negara hingga Rp2,3 triliun itu.
"Syarat JC itu sesuai aturan MA (Mahkamah Agung) sangat jelas. Biar nanti kita kaji apa memenuhi syarat-syarat yang dibuat oleh MA," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang saat dikonfirmasi, Jumat (23/3).
Untuk menjadi JC, Setnov harus terlebih dulu memenuhi sejumlah persyaratan yang tertuang dalm Berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 tahun 2011 tentang Perlakuan Bagi Pelapor Tindak Pidana dan Saksi Pelaku yang Bekerja Sama.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Syarat pertama adalah Setnov harus mengakui kesalahannya telah korupsi dan bukan pelaku utama. Mantan Ketua Umum Golkar ini juga harus konsisten dan jujur ketika menjadi JC dan diminta keterangan dalam persidangan. Persyaratan terakhir adalah informasi yang dimiliki Setnov harus lebih besar dari hal yang telah diungkap KPK.
Majelis hakim sebelumnya menilai Setnov tak bersungguh-sungguh membuka kronologi kasus e-KTP. Setnov masih menyebut lupa dan tidak ingat dalam sejumlah pertanyaan jaksa maupun hakim.
Hakim Yanto menyebut keterangan yang diberikan Setnov belum masuk dalam kualifikasi sebagai tersangka atau terdakwa yang ingin menjadi JC.
Menurut hakim Yanto, mantan Ketua Umum Partai Golkar itu masih setengah hati mengakui telah menerima uang dan mengintervensi proyek e-KTP.
"Kalau pelaku kan yang juga ikut melakukan (korupsi proyek e-KTP), tetapi keterangan saudara masih setengah hati," kata hakim Yanto kepada Setnov, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (22/3).
"Artinya, tatkala ini mengarah yang lain Anda bilang betul, betul, betul begitu. Tetapi kalau keterangan saksi seperti keterangan Andi Narogong, keterangan yang mengarah ke saudara Anda mengatakan tidak tahu," lanjut hakim Yanto.
Hakim Yanto meminta agar Setnov ikhlas dan terbuka mengakui keterlibatannya dalam kasus yang ditaksir merugikan negara hingga Rp2,3 triliun itu. Pengakuan Setnov tersebut, menjadi salah satu pertimbangan hakim mengabulkan permohonan JC.
Setnov mengatakan tak tahu pasti peran Puan, Jafar, sampai Pramono sehingga ikut mendapat jatah uang proyek e-KTP. Mantan Ketua Umum Partai Golkar itu menduga Puan, Jafar, dan Pramono membantu koleganya Made Oka Masagung dalam pelaksanaan proyek e-KTP.
"Mungkin pak mereka juga ikut urusan Oka dari sisi mana dengan si Anang, yang berkaitan dengan e-KTP, tapi secara detail enggak tahu," tuturnya.
(osc)