Jakarta, CNN Indonesia -- Rencana koalisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dengan Partai Demokrat untuk Pemilu 2019 sedikit terganggu usai 'nyanyian' mantan Ketua DPR Setya Novanto terkait aliran uang proyek pengadaan e-KTP. Gara-gara 'nyanyian' Setnov itu, hubungan PDIP-Partai Demokrat mulai tak harmonis.
Setnov mengungkapkan nama dua politikus PDIP, Puan Maharani dan Pramono Anung turut kecipratan duit proyek e-KTP pada sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (22/3) lalu.
Setnov menyebut Puan dan Pramono masing-masing menerima SGD500 ribu dari proyek e-KTP berdasarkan laporan koleganya Made Oka Masagung. Guna mengonter kesaksian Setnov itu, buru-buru Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristianto menyanggahnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hasto mengatakan posisi PDIP ketika proyek e-KTP bergulir adalah sebagai partai opisisi pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Dia menyebut tak ada representasi dari PDIP yang duduk sebagai menteri di Kabinet Indonesia Bersatu selama 10 tahun SBY berkuasa.
Sementara selama dua periode SBY menjadi Presiden, Demokrat merupakan partai penguasa dan pendukung utama pemerintahan.
Hasto pun meminta Menteri Dalam Negeri ketika itu, Gamawan Fauzi menjelaskan secara gamblang akar persoalan korupsi e-KTP. Menurut Hasto, hal tersebut bagian tanggung jawab moral lantaran pemerintahan saat itu memiliki slogan 'katakan tidak pada korupsi'.
"Hasilnya begitu banyak kasus korupsi yang terjadi. Tentu rakyatlah yang akan menilai akar dari persoalan korupsi tersebut, termasuk e-KTP," tuturnya.
Pernyataan orang nomor dua di partai banteng moncong putih itu membuat sejumlah politikus Demokrat bereaksi. Partai besutan SBY itu menilai PDIP sedang 'cuci tangan' dalam proyek yang ditaksir merugikan negara hingga Rp2,3 triliun itu.
"Sekjen PDIP yang langsung menyalahkan kebijakan dan program e-KTP lantaran kader-kadernya ada yang diduga terlibat korupsi e-KTP, ibarat mencuci tangan yang kotor dan kemudian airnya disiramkan ke orang lain," kata Sekretaris Jenderal Demokrat Hinca Panjaitan.
Saling perang komentar pun terjadi dari sejumlah kader kedua partai pemenang pemilu pada dua edisi terakhir ini. Hubungan PDIP dan Demokrat memanas di tengah wacana membangun koalisi untuk Pemilu 2019. Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Sjarif Hasan mengakui pernyataan Hasto mengganggu wacana koalisi di Pemilu 2019.
"Kalau dibilang mengganggu, ya sangat mengganggu," ujar dia, Jumat (23/3).
Kondisi dua hari belakangan ini berbeda dengan akhir Februari sampai awal bulan ini. Wacana koalisi PDIP dengan Demokrat berembus seiring keinginan Komandan Komando Tugas Bersama (Kogasma) Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) bertemu Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.
Namun, Megawati menugaskan Hasto dan putranya Muhammad Prananda Prabowo, yang menjabat sebagai Ketua Bidang Ekonomi Kreatif PDIP untuk menemui AHY. Meski sampai hari ini rencana pertemuan itu belum terealisasi.
Selain itu, hubungan PDIP dan Demokrat berjalan harmonis sebelumnya setelah AHY juga yang mengundang Presiden Joko Widodo yang juga kader PDIP untuk hadir dalam Rapimnas Demokrat awal bulan ini. Jokowi hadir dan disambut hangat oleh SBY bersama seluruh kader partai berlambang bintang mercy itu.
Dalam acara itu SBY memberikan sinyal bakal berkoalisi dengan pemerintahan Jokowi, yang telah diusung PDIP sebagai calon presiden 2019-2024. "Pak Presiden, jika Allah menakdirkan, senang Demokrat berjuang bersama bapak," kata SBY ketika itu.
Belum Merusak Hubungan PDIP-DemokratPeneliti Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Sirojudin Abbas mengatakan keterangan Setnov soal adanya aliran uang e-KTP kepada Puan dan Pramono yang kemudian memunculkan saling lempar tudingan antara beberapa politikus PDIP dan Demokrat salah satu ujian kedua partai membangun koalisi.
"Itu salah satu ujiannya, sejauh mana masing-masing pihak punya keinginan yang kuat untuk bekerja sama," kata Sirojudin kepada CNNIndonesia.com, Sabtu (24/3).
Menurut dia, jika masalah 'nyanyian' Setnov ini sudah membuat rusak hubungan kedua partai, maka ke depan akan sulit dibayangkan ada koalisi solid antara keduanya.
"Sulit dibayangkan mereka bisa berkoalisi dengan solid (jika masalah ini akan membuat rusak hubungan PDIP-Demokrat), atau bisa menyepakati satu platform politik yang dijadikan pegangan bersama," tuturnya.
Meski begitu, Sirojudin menilai masalah kesaksian Setnov belum sampai merusak komunikasi yang tengah dibangun partai besutan Megawati dan SBY tersebut untuk membangun koalisi untuk Pilpres 2019.
"Tetapi saya kira saat ini belum sampai merusak hubungan baik yang dirintis antara PDIP dengan Demokrat," ujarnya.
Pun demikian, kata dia, koalisi antara PDIP dengan Demokrat masih butuh waktu mengingat komunikasi yang dibangun masih dalam tahap awal. Dia menyebut wacana koalisi PDIP-Demokrat masih belum matang.
"Toh ini koalisi negosiasi, masih ditahap awal betul," ujar Sirojudin.
Sirojudin mengganggap wajar beberapa kader PDIP langsung bereaksi cukup keras setelah Setnov menyebut Puan dan Pramono turut kecipratan uang dari proyek e-KTP. Mengingat Puan dan Pramono merupakan elit PDIP yang kini berada di lingkaran Jokowi. Ditambah Puan anak dari Megawati.
Puan menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Manusia dan Kebudayan, sementara Pramono menjabat Sekretaris Kabinet.
Sehingga, lanjut Sirojudin tak heran bila kesaksian Setnov itu ditarik ke ranah politik sebagai upaya menyerang PDIP sekaligus pemerintah Jokowi.
"Jadi tentu saja akan ditafsirkan melampaui masalah hukum yang melatarinya, bisa juga ditafsirkan sebagai serangan ke PDIP, serangan kepada pemerintah," kata dia.
(osc)