KPU Bakal Larang Caleg DPD Terima Dana Kampanye dari Parpol

Bimo Wiwoho | CNN Indonesia
Selasa, 27 Mar 2018 04:39 WIB
KPU berencana melarang caleg DPD menerima sumbangan dana kampanye dari parpol pada Pemilu 2019 mendatang.
KPU berencana melarang calon anggota DPD menerima sumbangan dana kampanye dari parpol. (CNN Indonesia/Andry Novelino
Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) berencana melarang calon anggota legislatif Dewan Perwakilan Daerah (DPD) menerima sumbangan dana kampanye dari partai politik pada Pemilu 2019 mendatang.

Hal itu tertuang dalam rancangan Peraturan KPU (PKPU) mengenai dana kampanye. Pada pasal 22 Ayat (1) PKPU tersebut, tercantum bahwa calon anggota DPD hanya dapat menerima sumbangan dari pihak perseorangan.

"Bernilai paling banyak Rp750 juta selama masa kampanye," bunyi Pasal pasal tersebut, sebagaimana diakses CNNIndonesia.com pada Senin (26/3).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kemudian pada Pasal 22 Ayat (2) disebutkan bahwa calon anggota DPD dapat menerima sumbangan dana kampanye dari kelompok, perusahaan atau badan usaha non-pemerintah.
"Bernilai paling banyak Rp1,5 miliar selama masa kampanye," bunyi Pasal 22 Ayat (2) rancangan PKPU tentang dana kampanye.

Walau demikian, peraturan tersebut tidak melarang anggota partai politik aktif untuk mendaftar sebagai caleg DPD.

Apabila calon anggota DPD yang merupakan kader partai politik mendapat sumbangan dana kampanye dari partainya, maka dana tersebut harus dilaporkan kepada KPU. Calon anggota DPD yang bersangkutan pun tidak diperkenankan menggunakan dana tersebut.

Nantinya, dana yang diperoleh dari partai politik akan dimasukkan ke kas negara sesuai dengan keputusan KPU.
"Menyerahkan sumbangan tersebut ke kas negara paling lambat 14 hari setelah masa kampanye berakhir," bunyi Pasal 23 ayat (2) huruf c rancangan PKPU tentang dana kampanye.

Sejauh ini, aturan tersebut masih termaktub dalam rancangan PKPU tentang kampanye yang belum disahkan.

Rancangan PKPU tersebut masih mesti dibahas bersama Komisi II DPR dan pihak pemerintah. Oleh karena itu, larangan itu masih bisa berubah sesuai dengan konsensus antara KPU, Komisi II DPR, Kementerian Dalam Negeri, dan Badan Pengawas Pemilihan Umum.

(aal)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER