Jakarta, CNN Indonesia -- Jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menolak permohonan menjadi
justice collaborator (JC) yang diajukan terdakwa korupsi proyek pengadaan e-KTP
Setya Novanto pada 10 Januari 2018. Setnov dianggap belum memenuhi kualifikasi menjadi seorang JC.
"Dengan menggunakan parameter tersebut, disandingkan keterangan yang diberikan terdakwa di persidangan, penuntut umum berkesimpulan terdakwa belum memenuhi kualifikasi sebagai
justice collaborator," kata jaksa KPK Abdul Basir di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (29/3).
Jaksa Basir menyatakan bahwa keterangan yang diberikan Setnov belum memenuhi syarat menjadi JC yang diatur dalam Undang-undang Tipikor dan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 tahun 2011 tentang Perlakuan Bagi Pelapor Tindak Pidana dan Saksi Pelaku yang Bekerja Sama Dalam Perkara Tindak Pidana Tertentu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sehingga penuntut umum belum dapat menerima permohonan terdakwa tersebut," ujarnya.
"Namun demikian apabila di kemudian hari terdakwa dapat memenuhi persyaratan-persyaratan yang ditentukan oleh perundang-undangan, maka penuntut umum akan mempertimbangkan kembali," kata jaksa Basir.
Sebelumnya jaksa penuntut umum KPK meminta agar majelis hakim menjatuhi Setnov hukuman penjara selama 16 tahun dan denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan.
Selain itu, mantan Ketua Umum Partai Golkar itu juga dituntut membayar uang pengganti sejumlah US$7,4 juta dikurangi dengan uang yang telah dikembalikan ke KPK sebesar Rp5 miliar. Bila tak dibayar maka diganti dengan 3 tahun kurungan penjara.
Majelis hakim juga diminta mencabut hak politik mantan Ketua Umum Partai Golkar itu selama 5 tahun, terhitung terdakwa selesai menjalani hukuman pidana.
Sidang akan kembali dilanjutkan pada Jumat 13 April 2018, dengan agenda pembacaan nota pembelaan atau pleidoi dari Setnov maupun tim kuasa hukum. Setnov pun menghormati tuntutan yang telah dibacakan jaksa penuntut umum KPK.
(pmg/sur)