Revisi KUHP, MA Usul Pencuri Sandal Tak Dipenjara

Bimo Wiwoho | CNN Indonesia
Sabtu, 07 Apr 2018 03:15 WIB
Pencuri sandal tidak perlu dipenjara. MA menyarankan, dalam revisi KUHP, pelaku perkara kecil lebih baik dipekerjakan dalam pengawasan ketat.
Lewat revisi KUHP, pencuri sandal dan perkara kecil lainnya disarankan untuk tidak dijebloskan ke dalam penjara. (CNN Indonesia/Tri Wahyuni)
Jakarta, CNN Indonesia -- Mahkamah Agung (MA) mengusulkan agar Revisi Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) tidak memuat hukuman penjara terhadap pelaku perkara pencurian sandal.

Kepala Biro Hukum dan Humas MA Abdullah menilai sebaiknya ada aturan pengalihan penyelesaian perkara atau diversi dalam RKUHP terhadap perkara kecil seperti pencurian sandal.

Abdullah mengatakan akan jauh lebih baik jika hukuman pidana penjara juga ditiadakan terhadap pelaku perkara kecil lainnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Diperlukan diversi pemidanaan khusus perkara kecil, kelalaian, dan terbukti bukan kejahatan. Perlu ada reformasi pemidanaan terhadap perkara seperti pencurian sandal dan perkara kecil lainnya," ucap Abdullah kepada CNNIndonesia.com, Jumat (6/4).


Diversi atau pengalihan penyelesaian perkara yang dimaksud Abdullah yakni berupa pengalihan dari pidana penjara menjadi pidana tindakan.

Contoh pidana tindakan, lanjutnya, yakni mempekerjakan pelaku perkara kecil di suatu tempat dengan pengawasan ketat dan tertutup. Menurutnya, hal itu lebih baik dari pada pelaku perkara kecil dijebloskan ke lembaga pemasyarakatan (lapas).

"Dengan demikian mereka tetap beraktivitas," ucapnya.


Abdullah lalu menilai itu perlu diterapkan oleh hukum Indonesia sejak saat ini. Abdullah berkaca dari negara-negara Eropa yang sudah tidak lagi memberikan hukuman pidana penjara kepada pelaku perkara kecil. Di sisi lain, pelaku perkara kecil juga dapat lebih produktif jika dipekerjakan dari pada mendekam di penjara.

"Pemerintah mendapat manfaat tanpa harus membuat orang menjalani tindakan menderita," tuturnya.

Diketahui, pemerintah dan DPR belum mengesahkan RKUHP. saat ini, RKUHP masih dibahas oleh Tim Perumus (Timus) dan Tim Sinkronisasi (Timsin) setelah Panitia Kerja (Panja) DPR selesai melakukan pembahasan.

Kritik terhadap RKUHP mengalir dari sejumlah pihak. Salah satunya yakni Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK).


Peneliti PSHK Miko Ginting menilai materi revisi yang ada saat ini masih didominasi aturan yang melarang dengan ancaman pidana penjara.

PSHK mencatat ada lonjakan ketentuan pidana penjara dari sebelumnya 485 menjadi 1.154 ketentuan dalam RKUHP. Hal itu, kata Miko, membawa konsekuensi yang sangat besar secara ekonomi kepada negara.

"Dampak yang paling pasti adalah pemerintah harus mengeluarkan sumber daya yang cukup besar. Mulai dari membangun infrastruktur pemasyarakatan sampai pembinaan warga binaan," ujar Miko dalam keterangan pers yang diterima CNNIndonesia.com, Kamis (8/3).


Berdasarkan data PSHK, saat ini jumlah warga binaan pemasyarakatan sebesar 118.718 orang. Miko mengatakan apabila dikali asumsi makan layak sebesar Rp15.000 sekali makan, maka negara harus mengeluarkan Rp1.7 miliar untuk sekali putaran makan warga binaan.

Atas berbagai persoalan tersebut, PSHK menyatakan Presiden Jokowi seharusnya mempertimbangkan faktor alokasi sumber daya negara dan perlindungan hak warga dalam menyikapi rencana pengesahan RKUHP.

"Besar harapan, jangan sampai RKUHP disahkan, pemerintah justru tertimpa beban yang berat," kata dia. (dal)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER