Terganjal UU, KY Sebut MA Kurang Hakim Pajak

DHF | CNN Indonesia
Rabu, 07 Mar 2018 03:25 WIB
Ketua Komisi Yudisial (KY) Aidul Fitriciada Azhari mengungkapkan saat ini Mahkamah Agung (MA) kekurangan hakim pajak.
Ketua Komisi Yudisial (KY) Aidul Fitriciada Azhari mengungkapkan saat ini Mahkamah Agung (MA) kekurangan hakim pajak. (ANTARA FOTO/M Agung Rajasa).
Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Komisi Yudisial (KY) Aidul Fitriciada Azhari mengungkapkan saat ini Mahkamah Agung (MA) kekurangan hakim pajak. Kini tercatat hanya ada satu hakim yang memiliki spesialisasi pajak di MA.

Keterbatasan sumber daya manusia (SDM) itu dipersulit dengan aturan di Undang-undang Nomor 3 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung yang mengharuskan calon hakim agung berlatar belakang sarjana hukum.

"Dalam undang-undang Mahkamah Agung, calon hakim agung harus sarjana hukum atau sarjana lainnya, tapi terbatas hanya sarjana kepolisian dan sarjana hukum Islam," ujarnya saat ditemui di kantor Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (6/3).

Dia mengungkapkan sebenarnya banyak hakim pajak yang sudah berpengalaman menangani perkara pajak, namun mereka berada di luar lingkungan MA.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebagian besar hakim pajak yang berpengalaman justru memiliki gelar sarjana ekonomi, bukan sarjana hukum, sehingga tak memenuhi syarat perundang-undangan untuk diangkat sebagai hakim agung.

"Kebanyakan hakim pajak itu sarjana ekonomi, padahal syarat calon hakim pajak itu sarjana hukum," tambahnya.

Aidul menyebut keterbatasan sumber daya manusia itu menyulitkan MA yang harus menghadapi lebih dari dua ribu kasus terkait pajak. Saat ini, hanya ada satu hakim agung yang berspesialisasi pajak, bahkan itupun sudah mendekati masa pensiunnya.

Maka itu, Komisi Yudisial mengusulkan pemerintah untuk mengubah Undang-undang Mahkamah Agung terkait persyaratan calon hakim agung yang harus berlatar belakang sarjana hukum tersebut. Kini Aidul mengaku pihaknya sedang mengomunikasikan hal itu dengan berbagai pihak, termasuk Presiden Joko Widodo.

Menurut Aidul, ada tiga cara yang bisa ditempuh untuk mengubah UU, yakni melalui amandemen, judicial review, ataupun peraturan pemerintah pengganti undang-undang.

"Kami berharap agar ada perubahan legislasi. Ada juga pihak yang mengajukan judicial review agar pengertian 'sarjana hukum lainnya' juga termasuk sarjana ekonomi," tuturnya.

Saat ini, berdasarkan data yang diperoleh dari situs resmi MA, ada 46 hakim agung yang terdiri dari tujuh ketua kamar dan 39 hakim agung. (lav)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER