Jakarta, CNN Indonesia -- Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah memutuskan memberikan sanksi atas dugaan pelanggaran etik penyidik Novel Baswedan dan Direktur Penyidikan Brigadir Jenderal Aris Budiman.
Sanksi untuk Novel terkait surat elektronik (e-mail) yang dikirim ke Aris pada Februari 2017. E-mail itu berisi kalimat yang mendiskreditkan Aris lantaran merekrut penyidik Polri untuk menjadi kepala satuan tugas penyidikan.
Sementara sanksi untuk Aris terkait dugaan pelanggaran etik lantaran hadir dalam rapat Panitia Khusus Hak Angket DPR terhadap KPK pada akhir Agustus 2017.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
"Entar ya masih mengerjakan yang lain dulu, sabar. Sebab nanti pimpinan harus rapat dulu," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang saat dikonfirmasi lewat pesan singkat terkait pemberian sanksi kepada Novel dan Aris, Selasa (10/4).
Sebelumnya Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan bahwa pimpinan KPK sudah memutuskan sanksi yang bakal diberikan kepada Novel dan Aris. Febri mengatakan pimpinan KPK yang bakal langsung mengumumkan sanksi kepada Novel dan Aris.
"Sudah diputuskan. Nanti disampaikan hasilnya oleh pimpinan ya," ujarnya.
"Kita perlu ingat ada dua peristiwa yang terjadi saat itu. Yang pertama terkait dengan pengiriman e-mail (Novel Baswedan ke Aris Budiman). Yang kedua terkait dengan kehadiran (Aris Budiman) di Pansus Angket," kata Febri menambahkan.
Kasus e-mail Novel kepada Aris terkait protes pengangkatan penyidik KPK mencuat awal tahun lalu. Isi e-mail yang dikirim pada 14 Februari 2017 itu disebut Aris mendiskreditkan dirinya. Aris melaporkan ke pimpinan KPK dan kemudian Novel diberikan surat peringatan (SP) 2.
Lantaran banyak mendapat protes, termasuk dari mantan pimpinan KPK, SP 2 kepada Novel dicabut. Selang beberapa bulan, pada pertengahan Agustus 2017 Aris melaporkan Novel atas pengiriman e-mail ke Polda Metro Jaya. Kasus dugaan pencemaran nama baik lewat e-mail itu sampai saat ini masih diselidiki.
Sementara itu, Aris hadir ke Rapat Pansus Angket KPK tanpa izin pimpinan KPK. Dia mengaku membantah perintah pimpinan KPK agar tak hadir di dalam rapat yang digelar di DPR, pada 29 Agustus 2017 lalu.
(gil)