Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi IX DPR RI meminta satuan tugas (Satgas) yang terdiri dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Ikatan Dokter Indonesia (IDI), dan Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) untuk melakukan penelitian terhadap metode cuci otak atau
digital substraction angiogran (DSA) yang digunakan
Dokter Terawan.
Ketua Komisi IX Dede Yusuf mengatakan hal ini dilakukan karena Kemenkes belum bisa menilai apakah metode DSA aman atau tidak.
"Tadi kan belum ada permintaan, maka kami minta sebagai wakil rakyat. Kami minta tim HTA (
health technology assessment) dari Kemenkes untuk melakukan
assessment," ujar Dede dalam rapat dengar pendapat (RDP) di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Rabu (11/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Awalnya Komisi IX DPR RI meminta proses
assessment dilakukan selama tiga puluh hari, terhitung hari ini. Namun tim HTA dari Kemenkes meminta kelonggaran waktu menjadi 45 hari.
Komisi IX DPR RI juga meminta satgas untuk menyelesaikan polemik terkait pelanggaran etika Dokter Terawan. Dede pun mengingatkan agar persoalan yang belum selesai, tidak bocor ke publik.
"Kami tidak akan menanggapi sseperti ini kalau bukan jadi konsumsi publik," tuturnya.
Selain itu, Komisi IX meminta satgas bertanggung jawab menjelaskan keamanan DSA untuk meredam keresahan di masyarakat.
"Mendesak Kemenkes, IDI, dan KKI untuk bertanggung jawab memberikan penjelasan terkait keamanan metode DSA kepada masyarakat," ucap Dede.
Komisi IX menggelar RDP terkait polemik dokter Terawan. RDP ini dihadiri perwakilan Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Kementerian Kesehatan, Konsil Kedokteran Indonesia (KKI), Komite Penilaian Teknologi Kesehatan/
Health Technology Assessment Kementerian Kesehatan, dan Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI).
Dokter Terawan menjadi polemik setelah dirinya sempat dipecat sementara dari keanggotaan IDI karena dugaan pelanggaran etik. Namun pemecatan itu ditunda.
TNI AD ApresiasiTNI Angkatan Darat (TNI AD) mengapresiasi keputusan IDI menunda pemecatan terhadap Dokter Terawan yang juga Kepala RSPAD Gatot Soebroto.
"TNI AD menilai keputusan yang dikeluarkan oleh PB IDI tersebut sebagai representasi proporsionalitas penilaian IDI dalam menyikapi sebuah permasalahan yang timbul," kata Kepala Dinas Penerangan TNI AD Brigjen Alfret Denny Tuejeh dalam keterangan tertulis yang diterima
CNNIndonesia.com, Rabu (11/4).
TNI AD meyakini keputusan IDI untuk menunda pemecatan dokter Terawan telah berdasarkan berbagai pertimbangan matang sehingga harus dihormati oleh semua pihak.
Terkait metode cuci otak yang digunakan Dokter Terawan, TNI AD mendukung sepenuhnya rekomendasi IDI yang menyerahkan penilaiannya kepada tim HTA Kemenkes.
"Termasuk untuk melakukan uji klinis," ujar Denny.
(wis/gil)