Jakarta, CNN Indonesia -- Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta Timur menggelar sidang gugatan Mantan Rektor Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Djaali, yang menolak Keputusan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) terkait pemecatannya, Senin (16/4).
Dua saksi yang dihadirkan Kemenristekdikti membeberkan penyimpangan dalam proses bimbingan dan dugaan penjiplakan, dan diduga dilakukan mahasiswa tingkat lanjut atas sepengetahuan Djaali.
Kemenristekdikti memboyong dua saksi yakni anggota Tim Evaluasi Kinerja Akademik (EKA), Engkus Kuswarno dan mantan Ketua Gugus Penjamin Mutu (GPjM) Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta, Nurhakati.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di dalam persidangan, Engkus menjelaskan sejumlah penemuan saat pihaknya menyelidiki kasus yang menjerat Djaali. Salah satunya terkait lulusnya ratusan mahasiswa bergelar doktor dalam kurun waktu sekitar satu tahun pada 2016. Ratusan Mahasiswa itu dibimbing oleh Djaali.
"Januari sampai September meluluskan 118 orang, sedangkan kelayakan menurut Permenristekditi Nomor 44/2015 adalah sepuluh orang," kata Engkus dalam sidang yang dipimpin oleh Hakim Edi Septa Surhaza.
Selain itu, juga ada temuan lebih dari 300 mahasiswa yang masih aktif ditanganinya kala itu.
"Juga ada 300-an sekian itu masih aktif dibimbing. Ini sudah melampaui kepatutan proses pendidikan," kata Engkus.
Engkus melanjutkan selama penyelidikan pihaknya juga menemukan sejumlah disertasi dalam bentuk cetak milik mahasiswa yang dibimbing oleh Djaali. Kemudian, disertasi itu dipindai sehingga bisa dilacak mengenai adanya kesamaan isi tulisan dengan karya tulis lainnya. Setelah ditelusuri, ada kesamaan tulisan pada disertasi dengan karya ilmiah milik orang lain.
"Kami juga melakukan penelusuran media digital dan ada kesamaan dengan tulisan orang lain," kata Engkus.
Engkus mengatakan sebenarnya tidak ada masalah jika mengutip tulisan orang lain. Namun nama dan karya dari narasumber yang dikutip itu perlu dicantumkan dalam disertasi. Hal ini sebagaimana kaidah penulisan ilmiah.
Sementara itu, Nurhakati juga menyebut bahwa di UNJ saat itu terjadi pembagian beban tugas yang tidak merata terhadap sejumlah dosen. Beberapa dosen memiliki lebih banyak memiliki tanggung jawab menjadi pembimbing daripada dosen lainnya.
Ia juga menyebut bahwa ukuran ideal dalam pendidikan, satu dosen hanya membimbing 10 mahasiswa dalam satu tahun.
"Terdapat pendistribusian pada orang-orang tertentu dan itu pada pimpinan. Penumpukan bimbingan pada orang tertentu ini menyalahi Permendikti," kata dia.
Dalam sidang kali ini Djaali bersama pengacaranya memilih meninggalkan ruang sidang. Sebab, dia merasa keberatan atas saksi yang dihadirkan lantaran hanya membawa surat dari Biro Hukum Kemenristekdikti.
Menurut Penggugat, semestinya Engkus yang merupakan dosen Universitas Padjajaran dan Nurkahati yang merupakan dosen di UNJ membawa surat izin yang sudah ditandatangani oleh rektor, selaku atasan dari masing-masing universitas tempat mereka mengajar. Namun, pihak Kemenristek Dikti menilai surat tersebut sudah cukup dan lazim digunakan.
Majelis hakim kemudian melakukan diskusi dan memutuskan bahwa sidang tetap dilanjutkan. Para saksi yang hadir kali ini diminta membawa surat izin dari atasannya pada sidang berikutnya.
Menristek Dikti Mohammad Nasir memberhentikan Djaali dari jabatan rektor UNJ karena dugaan menjiplak.
Tak terima dipecat dari jabatan rektor, Djaali melakukan berbagai langkah hukum dan politik. Ia menggugat Surat Keputusan Kemenristek Dikti ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Selain itu, ia melaporkan beberapa pihak ke Bareskrim Polri atas tuduhan pencemaran nama baik, dia juga mengadu ke Komisi Bidang Pendidikan DPR.
(ayp/ayp)