Jakarta, CNN Indonesia -- Wacana pencalonan kembali Wakil Presiden
Jusuf Kalla sebagai pendamping Presiden Joko Widodo pada Pilpres 2019 dinilai belum pasti turut meningkatkan elektabilitas Partai Golkar.
Hal itu dikatakan Wakil Ketua Dewan Kehormatan Partai Golkar Akbar Tandjung di Kantor DPP Golkar, Jakarta, Rabu (2/5).
"Belum pasti juga (membantu meningkatkan elektabilitas Golkar)," kata Akbar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat ini, berdasarkan survei terakhir Litbang Kompas, elektabilitas Golkar berada di kisaran 7-9 persen meski sudah menyatakan dukungan kepada
Jokowi. Posisi Golkar juga masih berada di bawah Gerindra dan PDIP yang menduduki peringkat pertama.
Secara umum, Akbar menilai upaya Golkar dalam mencalonkan cawapres Jokowi bisa memberikan dampak elektabilitas ke partai dengan catatan, strategi yang dijalankan tepat sasaran.
"Iya bisa, kalau seandainya kami bisa mengkapitalisasi itu dengan baik. Asal kami punya kemampuan mengkapitalisasinya dengan baik," katanya.
Namun, Akbar memprediksi jika JK kembali dimajukan sebagai cawapres Jokowi, maka bakal berpotensi menimbulkan gesekan di partai koalisi pendukung pemerintah.
Sejauh ini berkenaan dengan wacana JK kembali menjadi cawapres, pasal 169 huruf n dan pasal 227 huruf i Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu digugat ke Mahkamah Konstitusi.
Akbar pun menyerahkan pada MK terkait langkah gugatan uji materi pasal yang mengatur masa jabatan presiden dan wakil presiden tersebut.
Hanya saja, Akbar mempertanyakan dasar dari langkah uji materi terhadap UU Pemilu. Selain tidak memiliki argumentasi yang kuat, dia khawatir jika gugatan dikabulkan maka regenerasi tokoh di Indonesia akan mandek.
"Kalau yang itu jadi pikirannya, jangan tanya ke partai, tanyakan ke MK, dong. MK yang harus berpikir seperti itu," ujarnya.
Gugatan UU Pemilu ke MK diajukan oleh Federasi Serikat Pekerja Singaperbangsa dan Perkumpulan Rakyat Proletar.
Mereka menggugat pasal 169 huruf n dan pasal 227 huruf i yang mengatur syarat pencalonan diri sebagai presiden atau wapres adalah belum pernah menjabat dua kali pada masa jabatan yang sama.
Kuasa hukum pemohon, Dorel Almir mengatakan gugatannya itu dilatari aspirasi dari sejumlah kelompok masyarakat yang ingin Jusuf Kalla kembali maju mendampingi Presiden Joko Widodo dalam pemilu 2019. Ketentuan tersebut dianggap menghambat pencalonan JK.
"Sebagai penggemar Wapres JK yang sejak tahun 2014 komitmen dengan Presiden Jokowi, berlakunya norma pasal dalam UU Pemilu itu menimbulkan kerugian konstitusional," ujar Dorel kepada
CNNIndonesia.com, Minggu (29/4).
(osc/wis)