Kepolisian Daerah Yogyakarta dan Sultan Hamengku Buwono X menyayangkan aksi demo itu disusupi isu penolakan terhadap Bandara Kulon Progo. Kapolda DIY
Direktur LBH Yogyakarta Hamzal Wahyudin menjelaskan penolakan masyarakat pada pembangunan bandara tak lain karena berkaitan dengan sumber penghidupan masyarakat.
"Alasan kawan-kawan menolak bandara karena mereka sudah sejahtera dengan lahan pertanian yang menjadi sumber kehidupan keluarganya. Pertanian mereka juga menjadi pasokan pangan untuk kebutuhan Daerah Istimewa Yogyakarta," kata Hamzal kepada
.
Pembangunan Bandara Kulon Progo sampai hari ini memang masih menjadi kontroversi. Namun, menurut Kapolda DIY, penolakan yang disampaikan saat
May Day kemarin tidak signifikan.
Dia beralasan penolakan itu hanya dilakukan segelintir orang. Padahal, kata Dhofiri, kurang lebih 2.700 masyarakat telah menerima pembangunan bandara.
Dhofiri mengatakan pembangunan Bandara Kulon Progo sudah sampai tahap konsinyasi atau menitipkan ganti rugi di pengadilan.
"Untuk kepentingan umum pembangunan bandara, uang itu dititipkan di pengadilan, jadi sewaktu-waktu mau nuntut, gugat segala macem, monggo duitnya di pengadilan," ujar Dhofiri saat dihubungi
CNNIndonesia.com.
"Dan uangnya sudah melalui
apraisal," dia menjelaskan. "Artinya, itu bukan semena-mena, disesuaikan dengan warga masyarakat lain yang sudah menerima. Jadi bukan gusur begitu saja tapi melalui proses hukum".
 Penggusuran rumah di Kulon Progo. (CNN Indonesia/Hendrawan Setiawan) |
Sementara masih proses konsinyasi,
Angkasa Pura I selaku pihak yang membangun Bandara Kulon Progo bakal segera melakukan eksekusi tanah milik warga penolak bandara yang sampai saat ini masih bertahan di kawasan izin penetapan lokasi bandara.
Surat peringatan pertama hingga ketiga pun diklaim sudah dilayangkan kepada warga.
"Pada saat kami akan melakukan pengosongan lahan, kami tidak perlu memberi tahu kepada masyarakat," kata juru bicara Proyek Pembangunan NYIA PT AP I Agus Pandu Purnama, seperti dilansir dari Antara.
Agus enggan memberikan kepastian kapan akan dilaksanakan eksekusi paksa mengingat masih ada 107 jiwa penolak bandara yang bertahan di kawasan Izin Penetapan Lokasi (IPL). Namun dia mengharapkan warga mulai berpindah keluar dari areal lahan proyek. Menurut dia, tidak ada alasan mereka tetap bertahan di lahan mereka.
"AP I siap menyewakan rumah hunian sementara bagi warga bersangkutan apabila mereka enggan menempati rumah susun yang jadi opsi pilihan pemerintah daerah untuk menampung warga," katanya.
LBH Yogyakarta sendiri masih memandang curiga proses pembangunan Bandara Kulon Progo.
Hamzal menjelaskan ada sejumlah kejanggalan dalam pembangunan bandara, khususnya terkait Amdal. Dia menduga ada tahapan yang dilompati PT Angkasa Pura I dalam proses pembuatan Amdal.
"Bukannya Amdal disusun terlebih dahulu sebagai prasyarat untuk menerbitkan Surat Keputusan Gubernur DIY Nomor 68/KEP/2015 tentang Penetapan Lokasi Pembangunan Bandara Untuk Pengembangan Bandara Baru di DIY (IPL), yang terjadi malah melompat jauh ke tahapan
groundbreaking dan bahkan sudah masuk ke tahapan kontruksi (mobilisasi alat)," ujarnya.
 Pemerintah meresmikan dimulainya pembangunan bandara Kulon Progo. (CNN Indonesia/Christie Stefanie) |
Kejanggalan lainnya berkaitan dengan PP Nomor 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Perpres Nomor 28 tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Pulau Jawa-Bali hingga Perda Provinsi DIY Nomor 2 tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi DIY tahun 2009-2029.
Hamzal mengatakan berdasarkan sejumlah peraturan tersebut tidak ada satu pun yang menyebutkan pembangunan bandara baru di Kulon Progo.
Dari penelusurannya, menurut Hamzal, peraturan-peraturan itu justru menyebutkan pengembangan dan pemantapan fungsi bandara Adi Sucipto yang terpadu atau satu kesatuan sistem dengan bandara Adi Sumarmo di Boyolali.
Selain itu, LBH Yogyakarta berpendapat kawasan pembangunan bandara bisa membahayakan penumpang karena merupakan kawasan rawan bencana tsunami. Hamzal mengatakan hal itu tertulis pada Pasal 46 ayat 9 huruf d Perpres No 28 tahun 2012 tentang RTR Pulau Jawa-Bali.
Pernyataan serupa juga tertuang dalam Pasal 51 huruf G Perda Provinsi DIY Nomor 2 tahun 2010 tentang RTRW DIY yang menyebutkan sepanjang pantai Kabupaten Kulon Progo telah ditetapkan sebagai kawasan rawan tsunami.
Dalam Pasal 39 ayat 7 huruf a Perda Kabupaten Kulon Progo Nomor 1 Tahun 2012 Tentang RTRW Kabupaten Kulonprogo menyatakan kawasan rawan tsunami salah satunya meliputi Kecamatan Temon.