Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) telah menghapus atau men-
take down sebanyak 1.285 konten-konten terkait radikalisme dan terorisme di media sosial. Langkah itu akan terus dilakukan selama ada bukti sebuah akun mengandung konten terorisme atau radikalisme.
Tenaga Ahli Kemeninfo Donny Budi Utoyo menyebut pihaknya sampai saat ini telah mengintensifkan patroli konten di media sosial sejak aksi terorisme di tiga gereja di Surabaya, Jawa Timur, Minggu (13/5) hingga Rabu (16/5).
"Sudah ada 1.285 konten kami
take down," kata Donny ditemui di kantornya, Kemeninfo, Jakarta.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ribuan konten itu tersebar dalam berbagai
platform. Yakni 22 di situs atau forum
sharing, 562 tersebar di
Instagram dan
Facebook, 301 tersebar di
Youtube dan
Google Drive, 287 tersebar di konten
Telegram, dan sisanya 113 konten ada di aplikasi
Twitter.
Terkait banyaknya akun-akun sejenis di media sosial yang hingga kini masih bisa diakses, diakui Donny karena masih banyak yang perlu diperiksa. Meski begitu jika memang akun tersebut terbukti menyebar aksi radikalisme dan terorisme maka bisa langsung dihapus dan dimatikan aksesnya.
"Tidak sampai lima menit langsung dihapus, namun untuk penghapusan akun, kan, perlu pemeriksaan," katanya tanpa menjelaskan secara rinci apa saja kriteria yang membuat suatu konten masuk golongan terorisme dan radikalisme.
Kominfo saat ini telah kerja sama dengan
platform-
platform yang berkomitmen untuk melakukan patroli konten yang diduga mengandung terorisme dan radikalisme.
Tak hanya itu, Kominfo berkoordinasi dengan kementerian/lembaga, seperti Kementerian Koordinator bidang Politik, Hukum, dan HAM (Kemenko Polhukam), Mabes Polri, Badan Intelijen Negara (BIN), dan komunitas media sosial dalam memantau pergerakan konten-konten di internet.
Ia mengatakan pemerintah dan
platform juga telah mengintensifkan sejumlah langkah pencegahan. Misalnya meningkatkan kinerja mesin pengais konten atau AIS.
"Setiap dua jam melakukan proses
crawling (merayapi) konten terorisme atau radikalisme dengan kata kunci tertentu. Selanjutnya, apabila terindikasi, dilanjutkan dengan proses pemblokiran," katanya.
(wis/sur)