Jakarta, CNN Indonesia -- Sekjen Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Raja Juli Antoni menyatakan pihaknya berencana mengajukan judicial review atau uji materi terhadap Undang-Undang No.7 tahun 2017 tentang Pemilu ke Mahkamah Konstitusi. Ada pun objek yang akan digugat yakni Pasal 1 poin 35 yang mana menyebutkan tentang definisi kampanye.
Sebelumnya, Bawaslu melaporkan dua petinggi PSI ke polisi atas dugaan penayangan iklan kampanye di luar jadwal karena memuat citra diri parpol berupa lambang dan nomor urut di salah satu media cetak.
"Kami akan meminta pemaknaan paling tepat ke MK apa yang disebut citra diri," ujar Antoni di kantor DPP PSI, Jakarta, Kamis (17/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Diketahui, Pasal 1 poin 35 UU No. 7 tahun 2017 tentang Pemilu menyatakan bahwa kampanye adalah cara untuk meyakinkan pemilih dengan menawarkan visi, misi, program dan atau citra diri peserta pemilu.
Menurut Antoni, kampanye adalah ketika suatu peserta pemilu menayangkan visi, misi, atau program kerja. Antoni mengatakan hal tersebut merujuk pada Pasal 274 UU No. 7 tahun 2017 tentang Pemilu.
Diketahui, pada Pasal 274 Ayat (1) dan (2) memang tidak menjelaskan apa yang dimaksud citra diri. Kedua ayat dalam pasal tersebut hanya menjelaskan bahwa materi kampanye berupa visi, misi, dan program peserta pemilu.
"Materi (iklan) kami tidak memuat visi-misi serta program partai. Padahal itulah definisi kampanye menurut Pasal 274 UU Pemilu," ucap Antoni.
Antoni belum bisa memastikan kapan bakal mengajukan uji materi ke MK. Dia mengatakan PSI, khususnya bidang hukum, masih mempersiapkan segala hal sebelum mengajukan gugatan. Di samping itu, Antoni juga mengaku tetap menghormati proses hukum yang ada imbas dari langkah Bawaslu yang melaporkan dua petinggi PSI ke kepolisian.
"Saya siap menjalani proses hukumnya. Tapi tentu kami akan melakukan perlawanan secara hukum dengan mengajukan
judicial review ke Mahkamah Konstitusi," ujar Antoni.
Sebelumnya, PSI menayangkan iklan polling calon menteri dan cawapres yang layak untuk mendampingi Presiden Joko Widodo pada salah satu media cetak tertanggal 23 April. Dalam iklan itu, tercantum nama, lambang, serta nomor urut PSI yakni 11.
Bawaslu menganggap itu sebagai kampanye. Karenanya, PSI diduga mencuri start kampanye karena masa kampanye baru dimulai pada 23 September mendatang. Bawaslu lalu mengundang perwakilan PSI dan media cetak yang menayangkan iklan untuk mendengarkan keterangan masing-masing.
Bawaslu juga sempat meminta pendapat dari ahli pidana dan ahli bahasa. Hingga akhirnya, Ketua Bawaslu Abhan memutuskan untuk melaporkan Sekjen PSI Raja Juli Antoni dan Wasekjen PSI Chandra Wiguna ke Bareskrim Mabes Polri Kamis pagi (17/5).
Kedua petinggi PSI tersebut dijerat pasal 492 UU No.7 tahun 2017 tentang Pemilu. Dalam pasal itu disebutkan bahwa pihak yang terbukti melanggar kampanye dapat diberi hukuman penjara maksimal 1 tahun dan denda maksimal Rp12 juta.
(rah)