Jakarta, CNN Indonesia -- Mantan narapidana teroris
Ali Fauzi menyatakan
deradikalisasi bukan sebatas definisi atau teori-teori untuk menghilangkan paham radikal yang berujung terorisme dari dalam pikiran seseorang.
Deradikalisasi, kata Ali, harus dipraktikkan dalam bentuk pendekatan, bukan diinformasikan melalui ceramah-ceramah bulanan.
"Itu harus ada sikap rill, buktinya nyata. Dipraktikkan langsung," kata Ali kepada
CNNIndonesia.com, Kamis (17/5) sore.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Praktik pendekatan itu misalnya, kata Ali, dengan memperlakukan terdakwa tindak terorisme lebih manusiawi. Artinya kata dia dengan menunjukan sisi manusia yang selama ini dianggap tak dimiliki pada orang atau kelompok yang dibenci kaum jihadis.
Ali mencontohkan, sebelum dirinya 'tersadarkan', dia selalu menganggap polisi adalah setan dan warga mancanegara berkulit putih harus dibunuh.
Bahkan kata Ali, ada satu waktu ketika dia melihat orang kulit putih ras kaukasoid yang ada dipikirannya adalah bagaimana cara membunuh orang tersebut.
"Jadi dulu tiap saya lihat bule, yang muncul di pikiran saya itu lebih baik tembak kepalanya atau dadanya, selalu pikiran itu," kata Ali.
Pemikiran-pemikiran radikal ini muncul karena panjangnya paparan yang dia terima. Menurut Ali, waktu enam bulan atau satu tahun tak cukup menjadikan seseorang sebagai jihadis.
"Tak instan, paparannya sangat panjang," katanya.
 Aparat bersiaga usai penyerangan di Mapolda Riau. (ANTARA FOTO/FB Anggoro) |
Pintu hati Ali terbuka setelah mendapati sikap rendah hati orang-orang yang dia musuhi saat masih menjadi bagian dari kelompok radikal.
Sejak usia 18 tahun, Ali selalu percaya bahwa anggota kepolisian dan warga negara kulit putih adalah kaum setan dan penjajah kafir.
Namun apa yang ditunjukan padanya justru berbeda. Para polisi kata Ali memperlakukan dirinya sangat manusiawi ketika dirinya tertangkap dan mengalami cedera parah.
Begitu pun saat dirinya berkesempatan mengunjungi dataran Eropa dan bertemu dengan korban bom yang dilakukan mantan anak buahnya dulu.
"Mereka semua memaafkan saya," kata Ali.
"Jadi lawan teroris itu dengan sikap manusiawi, tunjukan deradikalisasi praktikkan langsung," katanya.
Lepas dari itu, Ali mengakui saat ini masih sulit mengusir teroris dan menghilangkan paham radikalisme di Indonesia.
"Karena masih banyak yang menganggap aksi teroris itu settingan, teror dipelihara oleh pemerintah yang berkuasa, pemikiran yang memicu keterbelahan," kata Ali.
Padahal aksi teror itu dikatakan Ali murni dilakukan oleh sekelompok orang yang berkeinginan mengubah ideologi negara dan tak berafiliasi dengan politik mana pun di negara ini.
"Saya bersumpah, tak ada yang disetting dan yang paling utama sekarang samakan paham untuk menghadapi terorisme itu," katanya,
(gil/gil)