Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Ketua Panitia Khusus (Pansus) RUU Terorisme Arsul Sani menyatakan tidak ada alasan lagi pengesahan revisi undang-undang antiterorisme tertunda lagi. Sebab menurut dia, tingkat penyelesaian beleid itu sudah 99,5 persen.
"Tidak ada alasan untuk kemudian tidak selesai di masa sidang ini. Karena ini memang betul-betul barangkali orang bilang 99,5 persen. Jadi yang 0,5 persen tersisa itu hanya tinggal memilih opsi A sama opsi B," kata Arsul Sani saat ditemui di Gedung DPR RI, Jakarta, Jumat (18/5).
Pembahasan yang masih alot antara DPR dan pemerintah adalah soal pencantuman definisi terorisme yang dianggap mempunyai motif politik, motif ideologi, dan mengancam keamanan negara di dalam batang tubuh revisi undang-undang antiterorisme. Apabila revisi belum selesai sesudah masa sidang paripurna, Arsul berpendapat yang harus bertanggung jawab adalah DPR dan pemerintah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tinggal itu saja sebetulnya. Setelah itu disepakati tentu kami berharap ini bisa musyawarah mufakat," kata Arsul.
Saat ini upaya pengesahan RUU itu masih terganjal kesepakatan dari pihak DPR dan Pemerintah. Hal ini lantaran ada perbedaan keinginan antara DPR dan Pemerintah, salah satunya terkait definisi terorisme.
DPR menilai perlu dalam aturan itu perlu memasukan frasa 'tujuan politik, motif politik atau ideologi' terkait definisi terorisme. Hal itu dianggap penting guna mencegah terjadinya tindak kesewenang-wenangan dan pelanggaran hak asasi manusia oleh aparat.
Pemerintah menilai tambahan kalimat itu justru akan menyulitkan proses pencegahan teroris. Oleh karena itu penambahan kalimat itu tidak diperlukan, karena ruang lingkup tindakan terorisme bisa dilihat dengan cukup mengacu pada poin-poin yang tertuang di dalam Pasal 6 dan 7 RUU Antiterorisme. Suatu tindakan dikategorikan sebagai tindakan terorisme bila mengakibatkan kerusakan dan banyaknya korban jiwa serta menargetkan objek vital.
(ayp/gil)