Jakarta, CNN Indonesia -- Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Setyo Wasisto mengakui pihaknya sulit mendeteksi peran anak-anak dalam aksi
terorisme. Baginya, anak-anak adalah korban.
'Ini kan kita agak susah mendeteksi karena itu sebenarnya mereka [anak kecil] itu korban. Jadi kita mendeteksinya harus lebih jeli lagi. Karena keterlibatan mereka sebagai korban," ujar Setyo di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (18/5).
Hal ini dikatakannya terkait rententan serangan bom di tiga gereja di Surabaya dan di Polrestabes Surabaya yang melibatkan anak-anak.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Setyo, anak-anak ini diajak oleh keluarga dalam untuk melakukan teror. Sebelumnya, keluarga ini juga memasukkan ideologi kepada mereka. Alhasil, anak-anak adalah korban.
Kendati demikian, Setyo menegaskan polisi akan tetap mengamankan anak-anak yang mencurigakan. Bentuknya, pendeteksian lebih dini terhadap anak-anak.
"Kalau mencurigakan semua yang mencurigakan pasti akan diperiksa," ucap Setyo.
Diketahui, empat anak pelaku teror di Surabaya dan Sidoarjo yang berhasil selamat adalah AR (15), FP (11), dan GHA (11). Ketiganya adalah anak Anton Febriantono, terduga teroris yang tewas setelah bom meledak di rumahnya di Rusun Wonocolo, Sidoarjo, pada Minggu (13/5).
Satu anak lain yang selamat berinisial AIS, anak pelaku bom bunuh diri di Polrestabes Surabaya, Senin (14/5). Anak 8 tahun itu selamat setelah terlempar saat ledakan. Sementara empat orang tewas dalam peristiwa tersebut, yaitu ayah, ibu, dan dua kakaknya.
(arh)