Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Agama (Kemenag) mengeluarkan 200
daftar nama ulama atau mubalig yang direkomendasikan untuk mengisi pengajian atau tausiah, Jumat (18/5).
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin berharap dengan 200 nama ulama atau mubalig itu bisa memudahkan masyarakat dalam mengakses para penceramah yang dibutuhkan.
Melalui situs kemenag.go.id, Lukman menyatakan 200 nama ini merupakan tahapan awal, alias ada kemungkinan daftar itu bertambah. Sekretaris Jenderal Kementerian Agama Nur Syam juga menjelaskan akan merilis daftar nama lainnya dan meminta hal ini tidak dipersoalkan lebih jauh.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, rilis daftar 200 nama ulama dan mubaligh ini menimbulkan pro dan kontra. Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardana Ali Sera menyebut bahwa rilis ini jangan sampai membatasi kesempatan bagi para mubalig atau bahkan membuat kalangan ulama menjadi terbelah.
"Monggo, 200 monggo, tetapi jangan membatasi yang lain. Ini langkah yang membuat terbelah, ini lahan yang justru menimbulkan terorisme tumbuh subur," cetus dia, di Jakarta, Sabtu (19/5).
 Pimpinan FPI Rizieq Shihab, di Jakarta, 28 February 2017, salah satu ulama yang disarankan PBNU untuk ikut dilarang Kemenag. ( REUTERS/Beawiharta) |
Pengamat Sosiologi Universitas Negeri Jakarta Ubedillah Badrun menyampaikan bahwa daftar 200 nama mubaligh memicu perbedaan pandangan di tengah masyarakat yang sedang menjalankan ibadah puasa. Dengan kata lain, secara sosiologis pemerintah memicu kegaduhan di tengah masyarakat beragama muslim.
Ubedillah menilai daftar nama yang dikeluarkan Kemenag terkesan terburu-buru sebagai efek rentetan aksi bom belakangan ini.
"Sepertinya itu [aksi teror] salah satu faktor [pendorong]-nya," kata Ubedillah saat dihubungi CNNIndonesia.com pada Senin (21/5).
Menurut dia, daftar mubalig itu menimbulkan tafsir bahwa ada semacam intervensi pemerintah terhadap pemenuhan hak privat beragama. Selain itu, ada kesan tidak adil dalam hal perlakuan terhadap umat lain.
"[Daftar ini] memicu pertanyaan tentang [kenapa] daftar pendeta dan biksu yang berwawasan kebangsaan kok tidak diumumkan?" kata Ubedillah.
Meksipun namanya masuk daftar 200 mubalig yang dikeluarkan Kemenag, Ketua Umum Pengurus Pusat Pemuda Muhammadiyah Danhil Anzar yang menilai 200 nama tersebut menjadikan perpecahan di antara ulama.
 Ketua PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak (baju putih), di Jakarta, Senin (22/1). ( CNN Indonesia/Gloria Safira Taylor) |
Ia mengaku merasa tak pantas karena menilai masih banyak ulama yang lebih baik dan berwawasan keagamaan yang lebih luas yang pantas masuk ke dalam daftar itu.
"[Daftar] ini cenderung mengakibatkan pecah-belah antara mubalig itu sendiri," kata Danhil saat dihubungi CNNIndonesia. com, Senin (21/5).
Selain perpecahan diantara mubalig, perpecahan juga bisa terjadi di kalangan umat muslim lainnya. Sebab, diprediksi akan ada kecurigaan dari umat kepada ulama.
"Saran saya kepada Kemenag terhadap putusan yang saya anggap keliru itu, dianulir saja keputusan tersebut dan tidak perlu ditambah daftarnya,"kata Danhil.
Dia juga memahami penilaian objektif dari Kemenag ini, lebih baik mengundang para ulama yang dinilai tidak memiliki nilai kebangsaan diundang serta diajak berdiskusi dan berdialog bersama.
"Jadi tidak membuat kebijakan yang kontraproduktif, yang justru berdampak terhadap perpecahan umat itu sendiri dan muncul fitnah di mana-mana yang tidak baik untuk kehidupan berbangsa dan bernegara," kata Danhil.
Namun demikian, Ubedillah Badrun menyarankan kepada masyarakat untuk tidak terlalu reaktif terhadap daftar Kemenang itu. Sebab, sikap reaktif hanya akan menciptaan kegaduhan di bulan suci Ramadhan tahun ini.
(arh/sur)