Jakarta, CNN Indonesia -- Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers menyebut kebebasan mendapat informasi dan profesi wartawan masih dalam ancaman dalam kurun waktu 20 tahun terakhir. Dalam catatan mereka, ada 700-an kasus
kekerasan dialami awak media yang bertugas mencari dan menyalurkan informasi ke publik.
"Sejak LBH Pers didirikan tahun 2003 sampai 2017 sedikitnya ada 732 kasus kekerasan fisik dan non fisik kepada jurnalis yang tercatat," kata anggota LBH Pers Ade Wahyudin, di Kantor LBH Pers, Jakarta, Selasa (22/5).
Menurut Ade, pola-pola kekerasan yang terjadi kepada jurnalis adalah pembunuhan, intimidasi, pelarangan liputan, perusakan atau perampasan alat dan penghapusan hasil liputan. Jurnalis juga tak jarang mendapatkan kekerasan melalui ucapan, pelecahan seksual serta penganiayaan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pelaku kekerasan terhadap media atau jurnalis masih dimenangkan oleh aparat penegak hukum yaitu kepolisian," kata dia.
Adapun hal yang paling disayangkan LBH Pers kata Ade adalah kondisi penegakan hukum yang dialami oleh jurnalis. Ada beberapa kasus yang jalan di tempat karena polisi dianggap kebingungan untuk meneruskan kasus.
"Fakta di lapangan pihak polisi kesusahan dengan UU Pers karena tidak ada
desk khusus di kepolisian untuk menangani hal tersebut," ucap dia.
Biasanya kasus hukum yang berkaitan dengan undang-undang pers ditangani di bawah Direktorat Tindak Pidana Tertentu. Namun, di beberapa tempat di daerah tidak ada bagian itu yang mengakibatkan penanganan kasus hukum pers tak berjalan optimal.
"Polda di daerah-daerah pun tidak tahu harus memasukkan pasal ini ke mana. Contohnya kalau Polda Papua kebingungan memasukkan kasus ini ke mana," ujar dia.
Dari ratusan perkara itu, Ade mengatakan ada 120 kasus menyangkut tenaga kerja dihadapi oleh jurnalis, 97 kasus pidana dan 53 kasus perdata. Selain itu ada pekerja media juga menghadapi sembilan kasus tata usah negara, dan tiga kasus sengketa pemberitaan.
"Kasus ketenagakaerjaan menjadi dominan, terutama era digitalisasi yang menggerus perusahaan media yang enggak mampu bersaing," kata dia.
(ayp/sur)