Jakarta, CNN Indonesia -- Masuknya
Ali Mochtar Ngabalin di lingkungan Istana Presiden sebagai bagian dari Kantor Staf Presiden mendapat sorotan tersendiri. Pasalnya jika melihat ke belakang, Ngabalin punya jalan yang cukup berliku dan tak seirama terhadap pemerintahan
Joko Widodo. Kini keduanya justru 'mesra' di Istana Negara.
Masuknya Politikus Partai Golkar itu ke lingkaran istana bukan tanpa kepentingan politis. Pengamat politik LIPI Wasisto Raharjo menyebut dirangkulnya Ngabalin merupakan upaya Joko Widodo 'menjinakan' Islam radikal dan konservatif yang digadang-gadang bisa menjadi batu sandungan Jokowi dalam Pilpres 2019 mendatang.
"Ini sebagai bagian Jokowi menjinakan Islam yang cenderung tak pro pemerintah, jadi caranya adalah pegang ekornya dulu baru nanti rengkuh semuanya," kata Wasisto saat dihubungi
CNNIndonesia.com melalui telepon, Rabu (23/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jokowi, kata Wasisto, sedang mencoba memperlihatkan kekuasaanya kepada semua kalangan dan golongan. Ini juga menjadi langkah Jokowi untuk merebut suara kaum-kaum yang selama ini anti terhadapnya.
"Ali Ngabalin ini kan dekat dengan golongan yang kontra terhadap pemerintah, jadi bisa menjadi jembatan komunikasi, kebetulan dia juga staf ahli, saya kira memang arahnya ke sana," kata Wasisto.
Hal serupa juga diungkapkan oleh Pengamat Politik Emrush Sihombing. Dia mengatakan, direngkuhnya Ali Ngabalin ke lingkungan istana bisa jadi sebagai bentuk representasi Jokowi yang bisa merangkul semua kalangan, meski pun hal ini sarat sekali dengan kepentingan politik.
"Tentu ada (kepentingan politik) Ngabalin ini, nantinya bisa jembatani kelompok religius yang anti Jokowi dengan Jokowi sendiri," katanya.
 Presiden Joko Widodo. (ANTARA FOTO/Wahyu Putro A) |
Meski begitu, kata dia masuknya Ngabalin ke lingkar kekuasaan memperlihatkan dengan nyata bahwa dalam politik tak ada yang abadi. Sebagai orang yang pernah kontra terhadap Jokowi tentu Ngabalin punya nilainya sendiri.
"Masuknya dia, semakin memperlihatkan bahwa bagaimana pun politik itu cair dan dinamis, karena apa, dalam politik tidak ada kawan tidak ada musuh yang abadi, semua tergantung kepada kepentingan," kata dia.
Kepala Staf Presiden Moeldoko membantah Politikus Partai Golkar Ali Mochtar Ngabalin menjabat Juru Bicara Pemerintah, Juru Bicara Presiden, atau Staf Khusus Presiden.
Moeldoko hanya mengonfirmasi mengangkat Ngabalin menjadi salah satu tenaga profesional baru yang akan membantunya dalam komunikasi politik kepada publik.
Ia menjelaskan Ngabalin diangkat bersama sejumlah tenaga profesional lainnya seperti mantan Ketua Komisi Pemilihan Umum Juri Ardiantoro sebagai Tenaga Ahli Utama Kedeputian V (bidang politik dan pengelolaan isu Polhukam).
Tenaga ahli baru lainnya ialah programer Novi Wahyuningsih sebagai Tenaga Ahli Muda Kedeputian IV (bidang Komunikasi Politik dan Diseminasi Informasi) dan praktisi ekonomi Hari Prasetyo sebagai Tenaga Ahli Utama Kedeputian III (bidang kajian dan pengelolaan isu-isu ekonomi strategis).
(osc/gil)