Jakarta, CNN Indonesia -- Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Fritz Edward Siregar mengatakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah melakukan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat karena melarang eks napi koruptor mendaftar sebagai calon legislatif.
Menurut Fritz, KPU tidak punya dasar untuk menghapus hak para eks koruptor untuk memilih dan dipilih.
"Bagi kami itu tidak sekadar melanggar undang-undang, tapi melanggar HAM berat. Kenapa? Karena hak orang untuk dipilih telah dihilangkan oleh peraturan KPU," kata Fritz saat ditemui di kawasan Cikini, Jakarta, Kamis (24/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam putusan Mahkamah Konstitusi nomor 4 tahun 2014 dan nomor 51 tahun 2016 mengatakan bahwa narapidana korupsi yang telah selesai menerima hukumannya, haknya untuk dipilih bisa kembali apabila mengakui kesalahannya di hadapan publik.
KPU mencantumkan larangan bagi mantan narapidana kasus korupsi untuk menjadi calon anggota DPR dan DPRD dalam Pemilu 2019. Larangan tersebut telah dimuat dalam rancangan peraturan KPU (PKPU) tentang kampanye Pasal 8 Ayat (1) huruf j.
Keputusan yang dikeluarkan oleh KPU menuai pro dan kontra. Komisi II DPR, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Bawaslu sepakat menolak usulan KPU yang melarang mantan terpidana korupsi mencalonkan diri sebagai calon anggota legislatif.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif mendukung usulan KPU melarang mantan narapidana kasus korupsi mendaftar sebagai calon legislatif pada Pemilu 2019.
Syarief mengaku tak setuju mantan napi kasus korupsi tetap diperbolehkan mendaftar sebagai calon legislatif maupun eksekutif. Hal itu akan memicu banyak kerugian.
(ugo/gil)