Jakarta, CNN Indonesia -- Rencana
Komisi Pemilihan Umum (KPU) membuat aturan melarang mantan narapidana kasus korupsi untuk menjadi calon anggota DPR dan DPRD dalam Pemilu 2019 mendapat penolakan dari DPR, Pemerintah, dan Bawaslu.
Ketiga pihak itu menilai aturan dalam Peraturan KPU tersebut tak punya landasan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Pengamat politik dari Universitas Padjajaran Idil Akbar menilai penolakan yang dilakukan DPR dan Pemerintah terhadap rencana KPU melarang bekas koruptor 'nyaleg' diduga sebagai upaya melindungi kolega-koleganya, yang merupakan napi kasus korupsi dan ingin kembali menjadi calon legislatif.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ya, saya kira memang pada akhirnya masyarakat akan menduga ke arah sana, bahwa ini adalah sebagai suatu bentuk perlindungan DPR terhadap para kolega-kolega lah, atau mereka-mereka yang selama ini sudah jelas terpidana, dan ingin muncul kembali menjadi calon legislatif," kata Idil kepada
CNNIndonesia.com, Rabu (23/5).
Idil mengatakan anggota dewan bakal mati-matian menolak aturan KPU soal larangan eks napi koruptor mencalonkan diri sebagai anggota legislatif selama tak tertuang dalam UU Pemilu. Dalihnya, kata Idil, bahwa hak dipilih merupakan hak konstitusional setiap warga negara.
"Satu-satunya cara [mewujudkan aturan larangan eks napi koruptor nyaleg] dengan etika politik, kalau enggak bisa dengan hukum positif atau melakukan perubahan [UU Pemilu]," tuturnya.
Idil mengakui UU Pemilu tak secara eksplisit melarang bekas napi kasus korupsi untuk mendaftar calon legislatif. Untuk itu, ia menyarankan agar KPU mengajukan uji materi UU Pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Menurut Idil, KPU juga bisa langsung meminta DPR untuk melakukan revisi UU Pemilu untuk memasukkan aturan larangan eks koruptor mendaftar calon legislatif. Namun, langkah yang terakhir itu dinilai mustahil disambut baik DPR.
"Mungkin satu-satunya jalan adalah dengan cara
judicial review ke MK, sehingga kemudian ada pertimbangan hukum di situ yang mungkin bagi MK ada rasionalisasi. Sehingga kemudian eks napi korupsi ini, koruptor ini tidak bisa ikut Pemilu," ujarnya.
Idil menyebut rencana KPU membuat aturan melarang eks koruptor 'nyaleg' seharus didukung oleh semua pihak,termasuk DPR dan Pemerintah.
Menurutnya, KPU tengah berusaha membangun pemilu yang bisa menghasilkan wakil rakyat bersih.
Idil pun menyatakan bahwa Bawaslu tak dapat berbuat banyak dalam setiap gelaran pesta demokrasi lima tahunan tersebut.
"Dalam hal ini KPU tidak memiliki kewenangan lebih. Bawaslu juga sama, mereka hanya menjalankan sisi administratif yang sudah dimuat dalam undang-undang atau aturan lain," kata dia.
Sebelumnya, Komisi II DPR, Kementerian Dalam Negeri dan Bawaslu sepakat menolak usulan KPU yang melarang mantan terpidana korupsi mencalonkan diri sebagai calon anggota legislatif.
Hal itu merupakan salah satu poin kesimpulan dalam rapat dengar pendapat Komisi II DPR dengan KPU, Selasa (22/5).
(arh/gil)