Jakarta, CNN Indonesia -- Majelis Hakim pada Pengadilan Tindak Pidana Korups (Tipikor) Jakarta menjatuhkan putusan dua tahun penjara terhadap Direktur PT Menara Agung Pusaka, Donny Witono. Hakim menilai Donny terbukti menyuap Bupati Hulu Sungai Tengah (HST),
Abdul Latif sebesar Rp3,6 miliar.
"Mengadili terdakwa terbukti secara sah pidana penjara selama dua tahun dan denda sebesar Rp50 juta subsider kurungan satu bulan," kata Ketua Majelis Hakim M Arifin, saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (24/5).
Selain itu, Donny juga dijatuhi hukuman denda sebesar Rp 50 juta subsider kurungan selama satu bulan. Dalam pertimbangannya, majelis hakim menilai perbuatan Donny tidak mendukung pemerintah dalam upaya pemberantasan korupsi. Namun, selama menjalani persidangan Donny berlaku sopan. Selain itu, Donny juga belum pernah dihukum dan punya tanggungan keluarga serta mengakui kesalahannya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Vonis hakim terhadap Donny lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi. Mereka sebelumnya menuntut Donny dengan pidana penjara selama tiga tahun.
Pada kasus ini, Donny terbukti menyuap Bupati Hulu Sungai Tengah, Abdul Latif sebesar Rp3,6 miliar sebagai 'uang jatah', karena perusahaannya dimenangkan dalam proyek pembangunan ruang perawatan kelas I, II, dan super VIP, RSUD Damanhuri, Barabai, Kabupaten Hulu Sungai Tengah tahun anggaran 2017.
Awalnya, Latif meminta Donny menyediakan jatah sebesar sepuluh persen dari nilai kontrak yang sudah dipotong pajak, apabila ingin perusahaannya dimenangkan dalam lelang proyek tersebut. Hal ini disampaikan Latif melalui orang kepercayaannya, yakni Fauzan Rifani.
Donny meminta fee diturunkan menjadi 7,5 persen. Abdul Latif pun setuju atas permintaan itu. Kemudian, PT Menara Agung Pusaka dinyatakan sebagai pemenang lelang.
Menindaklanjuti kesepakatan itu, pada April 2017 Doony pun memberikan dua lembar bilyet giro kepada Fauzan di Hotel Madani Barabai. Saat itu disepakati pencairan cek dilakukan dalam dua tahap. Masing-masing tahap sebesar Rp 1,8 miliar.
Tahap pertama Rp 1,8 miliar setelah diterimanya uang muka pekerjaan proyek dan tahap kedua Rp 1,8 miliar pada saat setelah pekerjaan selesai.
Menurut Hakim, Donny terbukti melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Atas putusan ini, Donny menyatakan akan mempertimbangkan mengajukan banding.
(ayp/gil)