Jakarta, CNN Indonesia -- Juru Bicara
PT. Freeport Indonesia Riza Pratama menyatakan perusahaannya tidak mampu mengelola Limbah Bahan Beracun Berbahaya (Limbah B3) berupa
tailing di daerah penimbunan Ajkwa atau Modified Ajkwa Deposition Area (ModADA) di Kabupaten Mimika, Papua, jika mengacu pada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Kepmen LHK) Nomor 175/2018.
Kepmen LHK 175/2018 adalah pengganti Kepmen LHK 431/2008 yang dinilai sudah tidak sesuai dengan situasi saat ini. Diketahui, Kepmen LHK 431/2008 membolehkan perusahaan membuang tailing dengan total suspended solid (TSS) hingga 45 kali ambang baku mutu yang diperkenankan.
"Kepmen yang baru tidak mungkin diimplementasikan pada saat ini, dan kami masih berunding dengan KLHK untuk mencari jalan keluar," ujar Riza melalui pesan singkat kepada
CNNIndonesia.com, Kamis (24/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pernyataan itu terkait instruksi Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar yang menegaskan bahwa Freeport bertanggung jawab atas pengelolaan limbah tailing perusak lingkungan.
KLHK pun memberi masa peralihan selama enam bulan untuk Freeport mengelola tailing, terhitung sejak Kepmen LHK 175/2018 diterbitkan April 2018.
Kendati demikian, Riza mengklaim pihaknya selalu mengelola dan memantau lingkungan area kerja Freeport berdasarkan dokumen Amdal 300K.
"Sejak kami mulai beroperasi, kami sudah mendapatkan izin mengelola tailing dengan cara yang sama. Demikian juga di dalam Amdal dari pemerintah. Kami selalu melaporkan pengelolaan tailing secara berkala kepada pemerintah," kata Riza.
KHLK telah membentuk Tim Pengendali Penyelesaian Masalah Freeport dipimpin Inspektur Jenderal KLHK. KLHK juga telah melakukan beberapa kali pertemuan dengan Freeport. Diskusi reguler itu berlangsung dua minggu sekali.
Tim itu sebagai wadah konsultatif antara KLHK dan Freeport dalam rangka penyelesaian masalah-masalah perusahaan tambang emas dan temabaga asal Amerika Serikat tersebut.
Siti berharap model konsultatif itu dapat membantu penyelesaian masalah Freeport dengan dukungan pemerintah.
"KLHK cukup kooperatif dan kami rapat secara intensif dengan KLHK," ujar Riza.
Dikutip dari paparan Menteri LHK kepada Presiden Joko Widodo berjudul Penanganan Permasalahan Lingkungan PT Freeport Indonesia pada Selasa (22/5), penanganan tailing Freeport berdasarkan AMDAL 300k adalah jumlah tailing maksimal yang boleh dihasilkan 291.000 ton per hari. Kenyataannya, Freeport menghasilkan rata-rata 240.000 ton per hari.
Adapun lokasi pengelolaan tailing seluas 230 kilometer persegi berada di daerah pengendapan Ajkwa yang dimodifikasi atau dikenal dengan ModADA (Modified Ajkwa Deposition Area).
Berdasarkan AMDAL 300K, diperkirakan bahwa 50 persen tailing akan keluar ke estuaria. Dengan demikian, berdasarkan RKL/RPL AMDAL 300K, Freeport wajib menaati baku mutu lingkungan parameter kualitas air estuari.
Namun, kondisi tersebut bukan berarti 'pembolehan' 50 persen tailing masuk ke estuaria. Melainkan, Freeport harus mencegah 50 persen partikel halus tailing agar tidak masuk ke dalam estuaria.
(pmg/gil)