Jakarta, CNN Indonesia -- Jaksa Penuntut Umum meminta hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak nota pembelaan atau pledoi yang diajukan oleh pemimpin Jamaah Ansharut Daulah (JAD) Oman Rochman atau Aman Abdurrahman yang kini duduk sebagai terdakwa kasus terorisme.
Dalam pembelaannya, Aman mengaku tak mengetahui sejumlah teror bom yang terjadi di Indonesia. Mulai dari teror bom gereja di Samarinda (Kalimantan Timur) sampai bom Kampung Melayu (Jakarta Timur). Dia pun merasa ada upaya kriminalisasi terhadap dirinya.
Jaksa Anita mengatakan pihaknya telah memiliki dua alat bukti yang sah pada hal-hal yang memberatkan Aman. Hakim diminta tetap menjatuhkan hukuman mati terhadap Aman.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Telah terbukti dengan sah dan meyakinkan oleh karenanya sekali lagi kami tim JPU memohon kepada majelis hakim yang mulia untuk menolak seluruh nota pembelaan terdakwa," ujar Anita di ruang sidang, Rabu (30/5).
Kepada hakim Ahmad Zaini , Anita juga mengatakan Aman telah terbukti secara sah melanggar Pasal 14 juncto Pasal 6, subsider Pasal 15 juncto Pasal 7 UU Nomor 15/2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, dan Pasal 14 juncto Pasal 7 subsider Pasal 15 juncto pasal 7 UU Nomor 15/2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
 Jaksa menuntut Aman Abdurrahman dihukum mati. (CNN Indonesia/Safir Makki) |
Anita meminta hakim menjatuhkan pidana mati kepada Aman. Alat bukti juga disebutnya telah disita dalam sidang tuntutan beberapa waktu lalu.
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana mati, dengan perintah terdakwa tetap dalam tahanan," tuturnya.
Jaksa juga tetap meminta pertanggungjawaban negara terhadap korban bom Thamrin dan Kampung Melayu. Rincian hak kompensasi tersebut telah diajukan saat sidang tuntutan.
"Meneruskan permohonan korban Bom Sarinah di Thamrin dan Kampung Melayu Jakarta Timur dibebankan kepada negara melalui Kementerian Keuangan untuk memberikan hak kompensasi sebagaimana rincian nota tuntutan kami yang lalu," tuturnya.
Aman dianggap orang paling bertanggung jawab dalam sejumlah aksi teror alias amaliah di Indonesia yang menewaskan banyak orang, termasuk mendalangi teror bom Thamrin.
Dalam pledoinya, Aman menyebut kasus-kasus teror yang dituduhkan kepadanya terjadi pada rentang waktu November 2016 hingga September 2017. Sementara sejak Februari 2016, dirinya diisolasi di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Pasir Putih Nusakambangan.
"Di masa isolasi itu saya tidak tahu berita sama sekali dan tidak bisa bertemu maupun komunikasi dengan siapapun selain sipir LP," kata Aman.
(gil)