Jakarta, CNN Indonesia -- Sidang tuntutan kasus dugaan merintangi penyidikan e-KTP dengan terdakwa Fredrich Yunadi sempat diawali perdebatan antara Jaksa Penuntut Umum dengan Fredrich.
Perdebatan bermula saat jaksa menyampaikan bahwa tidak akan membaca keseluruhan isi surat tuntutan. Seperti pada persidangan lainnya, jaksa biasanya hanya membaca poin-poin dalam surat tuntutan karena tebalnya halaman.
Namun, Fredrich keberatan dengan alasan khawatir ada manipulasi fakta persidangan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Nanti kita cocokkan dalam rekaman sidang. Jaksa kan orangnya banyak, pleidoi kami saja nanti 1.000 halaman," ujar Fredrich dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (31/5).
Fredrich bahkan tak gentar andai persidangan harus berlangsung hingga pukul 00.00 WIB malam. Menurutnya, pembacaan surat tuntutan itu sudah menjadi kewajiban jaksa.
Namun, jaksa berkukuh tak akan membaca seluruh isi surat tuntutan. Jika dibaca keseluruhan, jaksa meyakini pembacaan surat tuntutan baru selesai bertepatan dengan waktu sahur.
"Dalam KUHAP juga tidak ada keharusan membacakan keseluruhan," tegas jaksa kepada majelis hakim agar mengindahkan permintaan Fredrich.
Ketua Majelis Hakim Syaifudin Zuhri pun meminta pendapat tim kuasa hukum Fredrich. Namun karena ragu-ragu menjawab, Fredrich pun membalas, "Mereka lagi puasa, lapar yang mulia."
Seketika komentar itu meluncur dari mulut Fredrich, pengunjung sidang termasuk para wartawan peliput pun tertawa mendengarnya.
Akhirnya Hakim Syaifudin memilih untuk memenuhi permintaan jaksa agar tak membaca seluruh isi surat tuntutan.
"Keberatan terdakwa kami catat, permintaan jaksa kami penuhi agar dibaca pokoknya saja. Nanti terdakwa bisa membaca sendiri setelahnya," kata hakim Syaifudin.
Fredrich sebelumnya didakwa merintangi penyidikan korupsi e-KTP bersama dokter RS Medika Permata Hijau Bimanesh Sutarjo. Keduanya disebut merekayasa agar Setya Novanto dirawat inap saat mengalami kecelakaan pada November 2017 untuk menghindari penyidik KPK.
(kid)