Jakarta, CNN Indonesia -- Terdakwa kasus dugaan perintangan penyidikan kasus e-KTP
Fredrich Yunadi meminta majelis hakim mengizinkannya untuk menggunakan laptop di dalam rutan Cipinang demi membuat pledoi atau nota pembelaan.
Dia beralasan pledoi yang akan disusun sangat tebal dan tidak mungkin dikerjakan dalam waktu satu pekan.
"Kalau sidang pledoi hanya satu pekan dari sekarang, izinkan kami membawa laptop," ujar Fredrich, dalam sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (31/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Majelis hakim sebelumnya menjadwalkan waktu pembacaan pledoi pada 8 Juni. Namun, Fredrich tak setuju karena dianggap terlalu singkat.
Ketua Majelis Hakim Syaifudin Zuhri pun meminta pada jaksa agar memberikan akses bagi Fredrich untuk membawa laptop di rutan. Namun, jaksa menolak karena Fredrich ditahan di rutan Cipinang yang bukan kewenanga jaksa KPK.
"Kalau di Rutan KPK masih mungkin bisa, tapi karena di rutan Cipinang dan beliau sendiri yang minta dipindah ke sana, tentu tidak bisa," ucap jaksa Kresno Wibowo.
Jaksa lainnya, Takdir Suhan pun menyarankan agar Fredrich meminta bantuan keluarga untuk mengetikkan pledoi tersebut. Terlebih jadwal besuk di rutan Cipinang lebih lama daripada di rutan KPK.
"Tidak mungkin keluarga kami ke [rutan] Cipinang bawa laptop. Tempatnya untuk umum banyak orang, tidak memungkinkan," sahut Fredrich.
Jaksa pun berjanji akan mengupayakan untuk berkomunikasi dengan pihak rutan Cipinang. Namun belakangan Fredrich justru menyebut jaksa KPK tak punya akses untuk melobi pada pihak rutan Cipinang.
Majelis hakim akhirnya tetap menjadwalkan sidang pembacaan pledoi pada 8 Juni mendatang.
"Kami berikan waktu hingga 8 Juni mendatang," ucap hakim Syaifudin.
Fredrich sebelumnya dituntut 12 tahun penjara atas dugaan merintangi penyidikan korupsi e-KTP bersama dokter RS Medika Permata Hijau Bimanesh Sutarjo. Keduanya disebut merekayasa agar Setnov dirawat inap saat mengalami kecelakaan pada November 2017 untuk menghindari penyidik KPK.
(arh)