Jakarta, CNN Indonesia -- Seruan Gubernur DKI Jakarta soal zakat memicu
polemik. Hal itu ditafsirkan kelurahan dengan mengeluarkan perintah untuk mengumpulkan
zakat dengan target tertentu. Padahal, Pemerintah dinilai tak berwenang mengumpulkan zakat.
Misalnya, Surat Edaran Lurah Ciganjur kepada warganya untuk mengumpulkan zakat. Bahwa, kelurahan menargetkan pengumpulan zakat sebesar Rp94.500.000. Dengan kata lain, setiap RT ditargetkan bisa mengumpulkan zakat sebesar Rp1.500.000.
Ketua RT merasa keberatan dengan target tersebut. Mereka mengaku mendapat cibiran dari pihak kelurahan jika tak mencapai target itu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pihak kelurahan beralasan bahwa target itu adalah tindak lanjut atas Seruan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 7 Tahun 2018 tentang Gerakan Amal Sosial Ramadan. Nantinya zakat itu akan disalurkan lewat Badan Amil Zakat, Infaq, Shodaqoh (BAZIS) DKI.
Bekas Ketua Umum Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Didin Hafidhuddin mengatakan pejabat negara bukanlah pihak yang berwenang mengelola zakat. Sebab, perihal pengumpul zakat, sesuai syariat agama Islam, adalah
amil zakat.
"Jabatan struktural di Pemerintahan bukan jabatan amil zakat. Jadi, enggak punya hak menentukan," kata Didin, saat dihubungi CNNIndonesia.com, Rabu (6/6).
Menurut Didin, secara formal ada tiga pihak yang masuk dalam kategori pengelolaan zakat.
 Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Wagub DKI Jakarta Sandiaga Uno, di Jakarta, 2017. Keduanya membantah menetapkan target zakat dengan jumlah tertentu. ( ANTARA FOTO) |
Pertama, melalui Baznas pada tingkat nasional, provinsi, maupun kabupaten. Kedua, Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang sudah diberi izin oleh Baznas.
Ketiga, pengelola zakat perorangan atau sekumpulan perseorangan di masyarakat atau wilayah yang belum terjangkau oleh Baznas dan LAZ namun diakui oleh Baznas tingkat Kabupaten atau LAZ Kabupaten. Ini termasuk panitia-panitia zakat yang dibentuk oleh pengurus masjid dengan masyarakat.
Lantaran demikian, peran pemerintah sedianya hanya sebatas mengingatkan, mendukung, dan mengimbau kepada warga untuk membayarkan zakat melalui pengelola zakat di atas.
"Kalau mau RT, RW, Lurah serta Pejabat mendukung saja, agar mengimbau masyarakat supaya mengumpulkan zakat pada masjid masing-masing. Jangan mereka yang mengumpulkan zakat, karena mereka tidak punya hak apapun. Secara syariat tidak dibenarkan," cetus Didin.
Senada, Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Salahuddin Al-Ayyubi mengatakan tak tepat jika zakat dikaitkan dengan target perolehan tertentu.
Dalam proses pengelolaan zakat,
amil akan menghitung jumlah warga yang berpotensi dikenai kewajiban membayar zakat atau Muzakki. Amil juga akan menghitung jumlah orang-orang yang berhak menerima zakat atau
mustahik.
Tak bisa dipungkiri, lanjutnya, di suatu wilayah jumlah zakat yang terkumpul tidak sebanding dengan jumlah penerima zakat.
"Cara target seperti itu cocok untuk perusahaan, tapi tidak sepenuhnya pas apabila diterapkan dalam zakat," jelas Salahuddin.
 Ketua Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Bambang Sudibyo, di Kantor Banzas, Senin (4/6). ( CNN Indonesia/Patricia Diah Ayu Saraswati) |
Posisi Bazis DKIBaznas, sebagai satu-satunya lembaga resmi amil zakat nasional yang diakui perundangan, diketahui tidak pernah mengeluarkan kebijakan yang menjadi acuan terbitnya Seruan Gubernur itu dan tidak mengakui keberadaan Bazis DKI.
Wagub DKI Jakarta Sandiaga Uno menyebut bahwa BAZIS DKI sudah ada sejak 1968, atau jauh sebelum Baznas dibentuk dan sebelum UU 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat disusun.
Didin Hafidhuddin menyebut bahwa UU Pengelolaan Zakat itu meminta lembaga zakat tingkat daerah untuk berganti nama menjadi baznas tingkat provinsi atau kecamatan.
Namun, Pemprov DKI tidak mengidahkan hal itu hingga tenggat masa transisi habis pada 25 November 2016.
"Beberapa wilayah sudah ganti nama menyesuaikan pusat, tapi di DKI belum," kata Didin.
Menurut dia, Bazis DKI harusnya mengikuti aturan. Meski berada di bawah Baznas, lanjutnya, pengelolaan zakat tetap dilakukan terpisah.
"Antara pusat dengan di tingkat provinsi dan kabupaten hubungannnya bukan atas atau bawah, tapi mitra. Tidak ada uang Bazis DKI jika nantinya menjadi baznas itu dikumpulkan lalu ke pusat, enggak ada itu.
Pengelolaan tanggung jawab ya di DKI," tandas Didin.
(arh/gil)