Jakarta, CNN Indonesia -- Peran ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) masih rendah dalam perputaran ekonomi di Indonesia.
Direktur Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan Kemenristekdikti Muhammad Dimyati mengatakan,indeks produktivitas multifaktor (
multifactor productivity/MFP) Indonesia tahun 2018 ini baru mencapai angka 16,7 dari target angka 20. Indikator tersebut mencerminkan ketersediaan tenaga kerja dan perputaran ekonomi.
Sementara negara Asia lain seperti Korea Selatan, indeks MFP-nya sudah mencapai angka 60.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Artinya, dominasi IPTEK tinggi di negara itu. Sekarang kita baru 16,7, berarti peran IPTEK dan riset belum terlalu tinggi. Tahun ini kita targetkan 20," kata Dimyati kepada
CNNIndonesia.com di Gedung DPR, Rabu (6/6).
Oleh sebab itu, Kemenristekdikti sedang menyusun pelaksanaan Riset Nasional sebagaimana tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 38 tahun 2018 tentang Rencana Induk Riset Nasional Tahun 2017-2045.
Melalui perpres itu, Kemenristekdikti bertugas menjadi koordinator bagi kementerian/lembaga/pemerintah daerah dan pemangku kepentingan untuk menyusun rencana aksi dalam pelaksanaan Riset Nasional demi meningkatkan indeks MFP Indonesia.
Sebelum adanya perpres itu, Dimyati mengatakan banyak lembaga yang melakukan penelitian, pengembangan, dan pengkajian ilmu pengetahuan dan teknologi alias riset sendiri-sendiri tanpa koordinasi.
Sehingga, terjadi tumpang tindih riset dengan judul yang sama. Alhasil, riset menjadi tidak terfokus dan penerapannya kurang efektif.
Dimyati mencontohkan, penelitian pertanian dengan judul X sudah dikerjakan di fakultas pertanian sebuah kampus. Tetapi, penelitian yang sama juga dikerjakan oleh kampus lainnya karena tak ada koordinator yang menaunginya.
Hal itulah yang dikritik oleh Menristekdikti Mohamad Nasir.
Beberapa waktu lalu, Nasir mempertanyakan anggaran Rp24,9 triliun untuk riset yang hasilnya justru duplikasi dan tumpang tindih.
Dimyati menjelaskan, anggaran Rp24,9 triliun adalah anggaran riset dari pemerintah pusat, termasuk gaji, pembelian bahan-bahan, dan untuk riset itu sendiri. Namun, anggaran untuk risetnya sendiri hanya Rp10,9 triliun dari Rp24,9 triliun itu.
Untuk mencegah duplikasi dan tumpang tindih riset berulang, Kemenristekdikti telah menetapkan sembilan bidang Riset dalam perencanaan riset nasional.
"Oleh karena itu, dari Rp10,9 triliun itu harus difokuskan pada bidang tertentu. Sehingga, nanti duplikasi sangat kecil," kata Dimyati.
Kesembilan bidang itu yakni pangan, energi, kesehatan, transportasi, produk rekayasa keteknikan, pertahanan dan keamanan, kemaritiman, dan sosial humaniora. Sementara bidang riset lainnya ditentukan oleh menteri.
"Sehingga, nanti pada tahun tertentu kita kuat pada bidang-bidang yang kita pilih itu," kata Dimyati.
(age)